Minggu, 20 Mei 2012

Compassion

Aaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrggghhhhh......

Dia menjerit pilu saat aku berdoa. Aku diam sejenak mendengar jeritannya. Aku menghentikan doaku. Kubuka mataku. Aku melihat air matanya menetes dari matanya. Tidak banyak, hanya setetes saja. Namun, tetesan itu menggambarkan kesakitannya di ambang hidup dan mati. Keponakannya menghampiri laki-laki yang sudah terkapar lemas itu. Ia mengelus kepala laki-laki yang sebatang kara, tanpa istri. Ia mencoba menenangkan pamannya dan juga dirinya yang juga pasti tersayat mendengar jeritan pamannya.  
Berat rasanya melanjutkan doa yang sudah setengah kuucapkan. Kakiku lemas. Aku merasa terhisab dalam pemandangan yang kulihat itu. Hati ini terasa rapuh saat merasakan kerapuhan dia yang hampir meregang nyawa. Aku merasa pilu, ketika melihat seorang keponakan yang dengan tulus hati menjaga pamannya.Ya, keponakan –bukan anak dan bukan istri!
Sang Keponakan mengajarkanku akan arti dari sebuah kata, yakni compassion. Apa yang disampaikan secara tersurat oleh Henry Nouwen tentang compassion, kini dapat kusaksikan sendiri melalui pelayanan Sang Keponakan kepada laki-laki yang dibalut kulit itu. Menurut Nouwen, compassion mengajak kita untuk merasakan luka dengan memasuki ruang-ruang kepedihan serta untuk saling berbagi dalam keretakan, ketakutan, kebimbangan dan keputus-asaan.
Keponakan itu tentunya merasakan kesakitan dan keperihan ketika ia harus tercelup dalam ruang-ruang peristiwa yang tidak menyenangkan itu. Kesediaannya untuk tidak tidur berhari-hari demi menjaga pamannya menunjukkan komitmennya untuk berbagi dalam keretakan, ketakutan dan keputus-asaan pamannya ketika pamannya harus menahan sakit serta berjumpa dengan wajah kematian yang mungkin menakutkan.
Dalam perjalanan pulang, aku merenungkan kembali pengalaman ini. Kutuliskan refleksi ini sebagai sebuah pembelajaran dari sekolah kehidupan. Tuhan telah menunjukkan kepadaku bagaimana seharusnya berpartisipasi (com) dalam penderitaan (passion). Sikap inilah yang seharusnya kuasah. Rasanya, aku belum memiliki compassion. Menjadi murid Kristus, berarti menjadi meneladan pada Kristus yang telah berbela rasa dengan segenap ciptaan yang ada. Pengorbanan Kristus nyata dalam diri Sang Keponakan. Bukankah itu juga yang harus kulakukan dalam ranah pelayanan ini? Ya, Allah yang rahmani, tuntunlah aku untuk memiliki compassion terhadap siapa saja yang aku layani. Berilah aku keberanian untuk berkorban untuk mereka yang kulayani kaena Engkau ada dalam diri mereka yang kulayani (Mat 25:40).