Aaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrrrrrggghhhhh......
Dia menjerit pilu saat aku berdoa. Aku
diam sejenak mendengar jeritannya. Aku menghentikan doaku. Kubuka mataku. Aku
melihat air matanya menetes dari matanya. Tidak banyak, hanya setetes saja.
Namun, tetesan itu menggambarkan kesakitannya di ambang hidup dan mati.
Keponakannya menghampiri laki-laki yang sudah terkapar lemas itu. Ia mengelus
kepala laki-laki yang sebatang kara, tanpa istri. Ia mencoba menenangkan
pamannya dan juga dirinya yang juga pasti tersayat mendengar jeritan pamannya.
Berat rasanya melanjutkan doa yang
sudah setengah kuucapkan. Kakiku lemas. Aku merasa terhisab dalam pemandangan
yang kulihat itu. Hati ini terasa rapuh saat merasakan kerapuhan dia yang hampir
meregang nyawa. Aku merasa pilu, ketika melihat seorang keponakan yang dengan
tulus hati menjaga pamannya.Ya, keponakan –bukan anak dan bukan istri!
Sang Keponakan mengajarkanku akan arti
dari sebuah kata, yakni compassion. Apa
yang disampaikan secara tersurat oleh Henry Nouwen tentang compassion, kini dapat kusaksikan sendiri
melalui pelayanan Sang Keponakan kepada laki-laki yang dibalut kulit itu.
Menurut Nouwen, compassion mengajak
kita untuk merasakan luka dengan memasuki ruang-ruang kepedihan serta untuk
saling berbagi dalam keretakan, ketakutan, kebimbangan dan keputus-asaan.
Keponakan itu tentunya merasakan kesakitan
dan keperihan ketika ia harus tercelup dalam ruang-ruang peristiwa yang tidak
menyenangkan itu. Kesediaannya untuk tidak tidur berhari-hari demi menjaga
pamannya menunjukkan komitmennya untuk berbagi dalam keretakan, ketakutan dan
keputus-asaan pamannya ketika pamannya harus menahan sakit serta berjumpa
dengan wajah kematian yang mungkin menakutkan.
Dalam perjalanan pulang, aku
merenungkan kembali pengalaman ini. Kutuliskan refleksi ini sebagai sebuah pembelajaran
dari sekolah kehidupan. Tuhan telah menunjukkan kepadaku bagaimana seharusnya
berpartisipasi (com) dalam
penderitaan (passion). Sikap inilah
yang seharusnya kuasah. Rasanya, aku belum memiliki compassion. Menjadi murid Kristus, berarti menjadi meneladan pada
Kristus yang telah berbela rasa dengan segenap ciptaan yang ada. Pengorbanan
Kristus nyata dalam diri Sang Keponakan. Bukankah itu juga yang harus kulakukan
dalam ranah pelayanan ini? Ya, Allah yang rahmani, tuntunlah aku untuk memiliki
compassion terhadap siapa saja yang
aku layani. Berilah aku keberanian untuk berkorban untuk mereka yang kulayani
kaena Engkau ada dalam diri mereka yang kulayani (Mat 25:40).