Jumat, 07 November 2014

Semangat Melayani


Teks: 1 Raja-raja 19:1-8

Pendahuluan
Saudara-saudara, pernahkah Anda merasa jenuh melayani? Saya pernah merasakan kejenuhan itu. Dalam pelayanan saya, saya menemukan diri saya bahkan tidak sanggup lagi berefleksi dan menulis khotbah. Saya menghadiri rapat-rapat (yang banyak di gereja saya) dengan tiada bergairah. Faktanya adalah seperti penggalan lagu yang dinyanyikan group band Dewa “Tubuhku ada di sini, tetapi tidak jiwaku, KOSONG yang hanya kurasakan.” Ya, saya pernah merasakan saat-saat ketika saya merasa kosong. Bahkan, terus terang ketika menulis refleksi ini pun saya masih bergumul dengan masalah burn out. Dan di kalangan pendeta sendiri, burn out alias kehilangan semangat melayani itu sering terjadi.
                Di Alkitab kita, kita juga menemukan Nabi Elia yang sedang mengalami titik burnout dalam pelayanannya. Bayangkan, seorang nabi besar yang mengalahkan ribuan baal sekalipun pernah masuk dalam titik burn out. Perhatikan kata-katanya bahwa ia sampai ingin mati saja. Ia meminta Tuhan mencabut nyawanya. Dampak burn out memang mengerikan. Saya sendiri menemukan, ketika saya berada di dalam titik burn out, saya menjadi seseorang yang apatis, cuek dan galak. Saya menjadi tidak peduli pada orang lain, bahkan ketika persoalannya berat sekalipun. Persoalan burn out bahkan merembet ke mana-mana, bisa ke pelayanan dan bahkan ke rumah tangga kita sekalipun. Karena orang yang burn out menjadi lupa akan kasih mula-mula dan semagat melayani yang besar.

Sharing
1.       Pernahkan Anda mengalami burn out?
2.       Apa penyebabnya?
3.       Apa ciri-cirinya dalam pelayanan?
4.       Apa dampaknya?

Tafsiran dan Aplikasi
Saudara, dari segala hal yang tadi disebutkan, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa burn out terjadi karena diri kita mengalami tekanan. Bentuk tekanannya bisa berbeda-beda. Ada yang tekanannya karena load pekerjaan yang banyak. Ada yang tekanannya karena konflik yang melelahkan. Ada yang tekanannya karena ia merasa sendiri dalam pelayanan. Ada yang tekanannya karena kejenuhan atas pekerjaan yang sudah menjadi rutinitas. Biasanya, sumber burn out terbesar di dalam suatu komunitas adalah konflik. Kenapa seseorang keluar? Karena konflik. Begitu juga nabi Ella. Dia merasa lelah karena konflik yang berkepanjangan dengan Izebel. Ia takut karena Ratu Izebel hendak membunuhnya. Ia merasa sendirian berjuang.

So, bagaimanakah solusinya? Bagaimana agar semangat pelayanan itu tetap hidup dalam diri kita?
1. Pekalah dengan sapaan Tuhan melalui para sahabat
Pertama-tama saya ingin menekankan bahwa penyelesaian burn out agar berubah menjadi semangat pelayanan terletak pada Tuhan dan kita. Dalam teks kita, kita melihat bahwa Tuhan tidak membiarkan nabi Elia seorang diri ketika mengalami burn out. Karena itu, kita harus peka pada sapaan Tuhan. Ada orang yang memang jika burn out dia tidak peduli dengan apapun dan tidak mau bangkit. Yakinlah, Tuhan menempatkan malaikat-malaikat penghilang burn out di sekeliling kita. Mungkin, malaikat itu hadir dalam rupa anak kita yang memberi keceriaan. Mungkin pula, malaikat hadir dalam rupa teman kita yang memberi dukungan dan nasihat. Namun, mungkin ada yang datang melalui sahabat yang sedang banyak masalah. Saudara, percaya tidak percaya, kalau saya burn out, missal karena pekerjaan menyiapkan khotbah yang menumpuk, Tuhan justru mendatangkan lagi banyak pekerjaan berupa orang yang konseling. Dan konseling itu memakan waktu. Namun, pada saat mendoakan dia, saya merasa Tuhan bicara, “Perhatikanlah orang lain dan percayalah kepada-Ku, Aku akan membantumu menyelesaikan tugas-tugasmu.”

2. Jadilah malaikat Tuhan!
Tuhan Allah memperhatikan nabi Elia dengan mengutus malaikatnya yang menyuruhnya bangun dan makan. Bayangkan saja, pada saat itu dalam pelariannya ia tidak sempat makan dan energinya habis. Tuhan mendatangkan seorang sahabat bagi Elia untuk berjuang. Karena itu, Tuhan juga bisa mengutus kita untuk menjadi sahabat bagi orang-orang yang burn out. Pertanyaannya, bagaimanakah cara untuk menjadi malaikat Tuhan?
ð  Kisah seorang Narapidana yang perlu penerimaan. Janganlah menjadi hakim, jadilah sahabat. Cermati penggunaan kata-kata “Mestinya, seharusnya, salah sih…” Gantilah dengan kata “Saya mengerti, saya menerima kamu, saya percaya kamu bisa berubah.”
ð  Maukah kita menjadi malaikat Tuhan?

Selamat semangat melayani, saya percaya PS Sentosa dapat menjadi sahabat bagi setiap anggotanya dan saling mendukung agar kita terus semangat dalam melayani. “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu, demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.”

Jakarta, 7 November 2014
Writing in a burn out moment
YIL