Minggu, 22 Februari 2015

Nada untuk Asa

Paling tidak enak kalau kita terasing.
Paling tidak enak kalau kita diasingkan.
Paling menyedihkan kalau kita ditolak.

Sebenarnya, tidak ada alasan untuk mengasingkan orang lain. Etnis, gender, agama, status sosial, bahkan penyakit yang diderita seseorang tidak boleh menjadi sebuah alasan untuk mengasingkan orang lain. Inilah pesan utama dari film Nada untuk Asa, sebuah film dengan jiwa solidaritas kepada orang-orang yang didiskriminasikan karena terjangkit virus HIV. Film ini berkisah tentang Asa, seorang perempuan yang tertular virus HIV dari ayahnya sejak bayi. Asa harus berjuang hidup di tengah diskriminasi yang ia alami. Ya, mulai dari dipecat kerja, kegagalan bisnis masakannya, bahkan ditolak oleh kakek dan tantenya sejak bayi.

Ketika menonton film ini, saya belajar banyak hal. Saya belajar arti pengampunan. Saya belajar arti pengorbanan. Saya belajar arti cinta yang sesungguhnya, yakni ketika kita berani menerima orang lain apa adanya.

Selain itu, kita juga bisa belajar berani. Berani menghadapi kenyataan. Apapun itu. Memang, ada kenyataan ketika kita didiskriminasikan. Namun, ada kenyataan ketika kita harus berani melawan diskriminasi tersebut. Pertanyaannya, berani gak melawan diskriminasi tersebut? Tokh kita diberi dua pilihan: tenggelam dalam kesedihan atau berani melawan.

:)