Minggu, 31 Juli 2016

Tentang Doa

Ada hal yang barangkali saat ini tidak lazim, namun terjadi pada masa kanak-kanak saya. Dulu, tetangga saya suka mengetuk pintu rumah untuk meminta pertolongan. Misalnya saja, kalau ia sedang memasak dan kehabisan garam atau cabai, tentulah ia akan mengetuk pintu rumah saya. Lazimnya, kita meminta pertolongan kepada tetangga pada waktu siang. Jarang sekali kita mengetuk pintu rumah orang lain saat malam hari, kecuali kondisinya sangat mendesak. Hal yang serupa juga terjadi dalam tradisi Yahudi.
Dalam Injil Lukas 11:5-13, Tuhan Yesus mengumpamakan orang yang berdoa dengan orang yang mengetuk pintu rumah sahabatnya hanya untuk meminjam tiga roti pada malam hari. Ia mengetuk pintu rumah sahabatnya karena ia terdesak. Pasalnya ada seorang tamu di rumahnya dan rotinya habis. Karena itu, Ia tidak jemu-jemu mengetuk pintu tetangganya hingga akhirnya si tetangganya membuka pintu rumahnya.
Ketika membaca kisah ini, kita barangkali akan begitu semangat berdoa. Ayat yang kita baca dalam Lukas 11:1-13 tampak membahagiakan dan sangat menjanjikan. “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.  Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” Ayat ini, seringkali dipakai untuk meneguhkan kita bahwa Tuhan pasti memberikan apa yang kita minta.
                Namun, dalam hidup ini koq rasanya tidak begitu. Saya sering terenyuh ketika melihat anggota jemaat yang mendoakan anggota keluarganya agar sembuh dari penyakitnya, namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Begitu juga dengan seorang anak remaja yang tampak stress ketika ia tidak masuk ke dalam perguruan tinggi yang ia minati. Tampaknya, tidak ada kepastian dalam jawaban doa.
Beberapa waktu yang lalu, saya pun pernah merasakan hal yang senada. Saya merasa kesal pada Tuhan karena Tuhan tidak menjawab doa saya sesuai dengan kehendak saya. Padahal, hari itu, saya diundang masuk ke Sekolah Bina Iman untuk bercerita tentang kehidupan doa. Selain itu, anak-anak usia 7-9 tahun bebas bertanya apapun kepada saya yang berkaitan dengan doa. Dan bagi saya, rasanya berat sekali.  Tiba-tiba, pada saat sesi tanya jawab, ada seorang anak perempuan yang bertanya kepada saya, “Kak, pernah nggak Tuhan tidak mengabulkan doa Kakak? Kakak marah nggak sama Tuhan? Kakak masih percaya nggak sama Tuhan.”
Pertanyaan anak itu membuat saya terdiam. Dan saya pun bertanya dalam hati, apakah jangan-jangan pertanyaan anak ini adalah bentuk jawaban doa dari Tuhan kepada saya. Ketika saya merasa Tuhan tidak atau belum mengabulkan apa yang saya minta, Tuhan punya cara menjawab keragu-raguan saya. Dan di situlah kehidupan berdoa di mana jawaban Tuhan kadang begitu mengejutkan.
Dalam Injil Lukas 11:5-13, jawaban doa ternyata mengejutkan. Kita tidak dapat membaca perikop ini sepotong saja. Kuncinya sebenarnya terletak pada ayat 13, “Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta kepada-Nya.
Jadi, apa jawaban dari doa kita? Barangkali Tuhan tidak membuat kita sembuh, seperti yang kita minta dalam doa. Barangkali, Tuhan tidak memberikan kita uang banyak. Barangkali, orang yang kita kasihi tetap meninggal. Barangkali, Tuhan tidak memberikan kepastian hidup, seperti yang kita minta. Akan tetapi, Tuhan memberikan ROH KUDUS. Itulah jawaban dari doa kita. Dan Roh Kudus itu menyapa dalam pertanyaan anak kecil itu terhadap saya.
Roh Kudus lah yang menolong kita untuk menjalani kehidupan kita, walaupun berat ataupun tidak sesuai dengan yang kita harapkan. Roh Kuduslah yang membuat kita semakin intim dengan Tuhan. Roh Kuduslah yang membuat kita berpasrah dalam menjalani hidup ini. Tak apa-apa, mintalah dengan jujur apa yang kamu inginkan dalam hidupmu, dalam kondisi hidupmu yang barangkali sedang terdesak seperti orang Yahudi yang terdesak hingga mengetuk rumah sesamanya di malam hari. Tak apa, mintalah dengan jujur pada Tuhan. Dan bersiaplah akan jawabannya yang mengejutkan namun menguatkan yaitu: Roh Kudus yang menyertai kita. Karena doa adalah soal relasi yang intim dengan Sang Khalik.
Suatu ketika, ada seorang ahli etika yang datang dan ikut melayani bersama Ibu Teresa di rumah orang yang sekarat di Kalkuta India. Pada saat itu, dia sedang bergumul dan mencari jawaban yang jelas mengenai bagaimana cara ia menghabiskan sisa hidupnya. Ibu Teresa bertanya, apa yang dapat ia lakukan untuk laki-laki ini. Laki-laki ini meminta agar Ibu Teresa mendoakannya. Kemudian, Ibu Teresa bertanya, “Apa yang ingin saya doakan?” Laki-laki itu minta didoakan agar ia mendapat kejelasan dalam hidupnya. Namun, Ibu Teresa hanya tetawa dan berkata, “Saya pun tidak pernah mendapat kejelasan. Apa yang saya dapatkan adalah iman. Karena itu, saya akan mendoakan agar kamu mengimani bahwa kamu menjalani hidupmu bersama dengan Allah.”

Jakarta, 31 Juli 2016
YIR

Minggu, 17 Juli 2016

Welcome Home Milo!


Sudah lama aku merindukan seekor anjing. Apalagi sejak aku SD hingga SMA selalu memelihara anjing. Namun, panggilan kependetaan ini membuat aku realistis. Hidupku nomaden dan belum ada pastori. Jadi, aku realistis untuk tidak merawat seekor anjing.

Setelah penahbisanku, aku berkunjung ke rumah Mas Bopha dan istri, seorang rekan pendeta di Bandung. Perkunjungan ini semakin membuatku ingin memiliki seekor anjing karena mereka memelihara seekor anjing yang bernama Rudolf. Rodolf memiliki bulu yang putih dan perawakan yang cukup besar. Aku senang sekali kalau main ke rumahnya dan memeluk serta dijilat oleh Rudolf. Rasanya, aku ingin banget punya seekor anjing yang berbulu putih namun badannya kecil dan tidak sebesar Rudolf. Maklum, badanku kecil dan tenagaku juga gak banyak.

Setelah ditahbis dan tahu akan masuk ke rumah pastori, aku mulai mencari orang yang menghibahkan anjing. Mulai dari Ibu Julia (Istri Pdt. Robby) yang menawarkan anak-anak anjingnya. Sayang sekali, waktu ditanya katanya sudah diadopsi oleh orang lain. Aku juga sudah bergabung dengan komunitas anjing hibah. Namun, sayang sekali anjing-anjing yang dihibahkan tidak berjodoh dengan saya. Saya selalu terlambat mengadopsi. Entahlah, rasanya makin dicari, makin tidak mendapat. Sampai akhirnya saya pun sudah tidak kepikiran ingin anjing lagi. Barangkali begitulah kehidupan, tidak hanya untuk perihal anjing saja.

Tiba-tiba, hari ini, seorang remaja putri namanya Joanne, mengirim whatsApp kepadaku. Dia bertanya, “Aku dengar dari Kak Linna, katanya Kak Yesie sedang mencari anjing yah?” Sontak aku terkejut dan bilang iya donk. Dia pun menceritakan bahwa dia sedang mencari adopter untuk anjingnya. Dengan segera aku bilang mau (padahal belum lihat anjingnya) hehehehe.... Just intuition loh..

Setelah aku bilang mau, Joanne segera mengirim foto anjingnya. Ternyata Milo lucu banget. Dan anjing selucu ini punya kisah yang menyedihkan. Anjing ini ditemukan sedang mengorek-ngorek tempat sampah di seputaran Kayu Putih. Tubuhnya kurus dan tidak sehat lagi. Joanne mencari-cari pemiliknya, namun tidak ada yang mengaku. Joanne iba dan takut Milo ketabrak, sehingga Milo dibawanya ke dokter hewan. Joanne memandikan dan membersihkannya. Sudah beberapa hari ini Joanne mencari seorang adopter, namun ia tidak menemukannya. Katanya, “Aku sampai stress mencari adopter.” Aku mengerti sih, barangkali di apartemennya tidak boleh memelihara anjing. Lalu, saat aku berkata mau jadi adopternya, Joanne menangis. In His Time, katanya! Waktu Tuhan selalu tepat.

Dan sekarang, aku siap menyambut Milo, yang diambil dari tempat sampah. Entah karena dia dibuang oleh pemiliknya atau entah dia kabur sehingga hidup di tempat sampah. Walaupun diambil dari tempat sampah, Milo berharga. Milo sama seperti diri kita yang diangkat oleh Tuhan dari lumpur rawa. Setidaknya, saya jadi ingat Mazmur 40:2-3, “Aku sangat menanti-nantikan TUHAN; lalu Ia menjenguk kepadaku dan mendengar teriakku minta tolong. Ia mengangkat aku dari lobang kebinasaan, dari lumpur rawa; Ia menempatkan kakiku di atas bukit batu, menetapkan langkahku.”

Akhir kata, barangkali beginilah hidup. Berani berjalan dalam misteri bersama dengan Tuhan.  Kadang ketika kita menginginkan sesuatu, Tuhan belum ataupun tidak memberikannya, seperti pencarian anjing ini. Barangkali Tuhan menimbang waktu yang tepat untuk semua pihak, tidak hanya untuk kita. Betul kata Pengkhotbah, “Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah kolong langit ada waktunya.... Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya; bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”
Welcome home Milo!
I believe that today is the right time that God has made  for us to meet. J

Jakarta, 18 Juli 2016
YIR

Rabu, 13 Juli 2016

Jika Aku menjadi Ayub

Tuhan,
Kau menghempas hartaku
Kau merusak tubuhku dengan penyakit
Kau mengambil anak-anakku

Aku berperkara dengan-Mu
dalam kejujuran dan kemarahanku
Hanya agar aku mengenal diri-Mu
bukan dari kata orang

Ah, sungguh terlalu mahal harga pengenalan akan diri-Mu
Hingga aku harus kehilangan banyak hal.

Betul bahwa kau gantikan semuanya
Bahkan Kau katakan bahwa...
Kau memberkati aku
lebih dari sebelumnya

Hartaku Kau lipat gandakan
Tubuhku Kau pulihkan
Kau berikan lagi tujuh anak laki-laki
Dan tiga anak perempuan

Jika aku menjadi Ayub,
aku tetap tidak akan bersukacita
atas semua yang Engkau gantikan
Aku akan tetap marah kepada-Mu!

Karena bagaimanapun anak-anakku yang telah mati tak kembali.
Dan mereka tetap tidak terganti
Bagaimanapun, kehidupan sudah pernah dilenyapkan
Hanya karena sebuah kesepakatan antara Engkau dengan iblis

Apakah Engkau masih dapat disebut sebagai Allah yang penuh kasih?
Apakah panggilan hidupku adalah untuk mengikuti Allah seperti-Mu?
Berperkaralah dengan aku sekali lagi!

Jakarta, 13 Juli 2016
YIR