Sabtu, 24 Desember 2016

Perspektif Baru

            Ketika kelam membayangi kehidupan kami,
            Ajarlah kami melihat keindahan dari Allah,
            Melalui desahan angin malam
            Yang menerpa wajah kami.

            Ketika putus asa melilit kehidupan kami,
            Ajarlah kami melihat pengharapan dari Allah,
            Melalui daun-daun yang berguguran, jatuh ke tanah lalu mati,
            namun menyuburkan tanaman lainnya...
                           
            Ketika trauma membuat kami tak dapat lagi melihat cinta,
            Ajarlah kami melihat cinta Allah,
            Melalui rasa sakit yang ditahan oleh seorang ibu
            Ketika ia dengan penuh cinta melahirkan dan menyusui bayinya
           
            Ketika pengalaman pahit menyergap kami,
            Ajarilah kami mengecap aneka rasa dari Allah
            Melalui beragam rasa makanan yang kami makan
            Agar kami dapat merayakan kehidupan dengan perspektif baru.
 Jakarta, 24 Desember 2016
YIR



Jumat, 23 Desember 2016

Kelahiran Sang Bayi

Sang Bayi lahir...
                di malam yang sepi,
                untuk mengingat perasaan kesepian
                yang melilit insan dengan mengerikan
Sang Bayi lahir...
                di pondok orang asing,
                untuk memahami perasaan terasing
                yang mencekik insan dalam suasana bising
Sang Bayi lahir...
                disambut para gembala yang terjaga
                untuk mengingat orang-orang sederhana
                yang terjaga demi makanan secukupnya
Sang Bayi menjadi kanak-kanak...
                disambut para Majus dari jauh
                untuk merayakan keberagaman yang utuh
                yang kini rasanya agak menjauh
Sang Bayi menjadi kanak-kanak...
                Di tengah pembantaian penguasa
                Untuk merengkuh korban kekerasan
                Yang penuh cucuran air mata
Sang Bayi menjadi kanak-kanak...
                Di tengah ratapan air mata di Rama
                Untuk menemani orang-orang yang dibelit trauma
                Yang sukar melihat hidup yang berirama


Selamat menyambut Sang Bayi dalam keheningan...

Jakarta, 24 Desember 2016
YIR 

Kamis, 08 Desember 2016

JATUH-LUKA-JATUH-LUKA, DI MANAKAH KESEMBUHAN?

Di masa kecil, saya senang sekali bermain di sawah. Berlari-lari ke sana-sini di sawah kering untuk mengejar layangan putus. Suatu kali, kaki saya tersangkut di antara tanah lempung kering hingga akhirnya saya terjatuh. Wajah saya hancur dan dipenuhi luka. Minggu-minggu itu, rasanya saya malu sekali ke sekolah. Teman-teman saya menertawakan saya. Sebagian ada yang berkata, “Anak cewek koq mainnya ngejar layangan putus.”
Selain diejek, penderitaan yang juga berat adalah ketika mama saya membersihkan luka saya. Perih sekali. Luka itu tidak boleh dibiarkan bernanah. Harus dibersihkan, dibasuh, dan ditaburi “obat merah” resep Cina yang perihnya bukan main. Jadilah, selama beberapa hari, saya kapok pergi ke sawah. Saya hanya melihat layangan putus dari belakang kaca jendela rumah. Sayangnya, kapok itu tidak cukup ampuh untuk menahan saya yang ceroboh dan sering jatuh. Saya kembali jatuh terantuk di rumah. Luka di wajah belum kering, kini bertambah luka di kaki.
Entah mengapa dalam beberapa hari ini, saya teringat peristiwa itu. Jatuh-luka-jatuh-luka menjadi hal yang sering terjadi di dalam kehidupan saya. Kadang, saya berlari menghindari luka. Namun, kadang saat luka hampir sembuh, saya pun jatuh lagi. Kadang, saya sudah berhati-hati, namun saya tetap jatuh. #nasib
Saya teringat percakapan yang mengejutkan dengan Mince, rekan semasa kuliah saya. Ada momen ketika dia sudah hampir melupakan luka-lukanya, namun Tuhan kembali seperti memukul dan mengingatkannya kembali akan lukanya. Dan itu sakit! Tokh yang Mince alami ini juga saya berulang kali rasakan. Kalau saya mengilas balik perjalanan hidup saya selama setahun terakhir, rasanya Tuhan membiarkan saya untuk jatuh-luka-jatuh terus menerus. Ada kelelahan yang amat sangat ketika mengilas balik perjalanan di tahun ini. Saya pun bertanya kembali tentang siapa Tuhan? Dan mengapa saya berulang kali terjatuh? Kapan saya sembuh ya Tuhan?
Hosea 8:2-3 melukiskan gambaran yang menarik tentang Tuhan dalam fase jatuh-luka-jatuh itu. “Mari kita berbalik kepada TUHAN, sebab Dialah yang telah menerkam dan yang akan menyembuhkan kita, yang telah memukul dan yang akan membalut kita. Ia akan menghidupkan kita sesudah dua hari, pada hari yang ketiga Ia akan membangkitkan kita, dan kita akan hidup di hadapan-Nya. Marilah kita mengenal dan berusaha sungguh-sungguh mengenal TUHAN; Ia pasti muncul seperti fajar, Ia akan datang kepada kita seperti hujan, seperti hujan pada akhir musim yang mengairi bumi.
Sungguh menarik karena Tuhan digambarkan sebagai penerkam dan penyembuh; pemukuldan pembalut; yang muncul bagai fajar dan hujan. Barangkali, proses diterkam-disembuhkan;  dipukul-dibalut inilah yang terjadi dalam misteri yang tak terjelaskan. Barangkali,sang penulis ingin menggambarkan kerinduannya sekaligus ketidaksanggupannya untuk mengenal TUHAN yang wajahNya tidak tunggal. TUHAN yang tak bisa dipahami seutuhnya, namun hadir dalam proses jatuh-luka-jatuh.
Lalu di manakah kesembuhan? Kesembuhan hadir dalam kesadaran pertobatan, sebagaimana yang dikatakan dalam Hosea 8:2, “Mari kita berbalik kepada TUHAN”. Pertobatan adalah sebuah kesadaran penuh bahwa kita adalah manusia yang rapuh yang lukanya belum kering dan selalu punya potensi untuk terjatuh. Atau bahkan jatuh lagi dan lagi! Kesembuhan adalah kerinduan untuk kembali kepada Sang Misteri dalam proses JATUH-LUKA-JATUH-LUKA, di mana kata SEMBUH tersembunyi dan berkelindan di antara kata JATUH-LUKA-JATUH-LUKA. Kiranya Tuhan menolong setiap kita yang sedang ada dalam proses yang pahit namun manis ini.
Jakarta, 8 Desember 2016
YIR