Sabtu, 12 Agustus 2017

Berdamai dengan Rasa Takut

Adakah manusia yang tidak pernah merasa takut? Saya sendiri pernah mengalami rasa takut. Bahkan, rasa takut kita pun berkembang. Pada saat saya kanak-kanak, saya sangat takut dengan yang namanya Mister Gepeng, tokoh “hantu” yang sering diceritakan oleh teman-teman saya di Sekolah Dasar. Saya sering berimajinasi dengan berlebihan. Saya membayangkan bahwa ia akan menampakkan wajahnya pada saat saya berada di toilet. Selain itu, saya juga sering takut dihukum oleh Tuhan karena saya beberapa kali “bolos” pergi ke Sekolah Minggu. Saat beranjak remaja, ketakutan saya berkembang. Saya takut tidak punya pacar karena saya merasa bahwa muka saya pas-pasan. Saya juga takut tidak diterima oleh teman-teman saya yang mayoritas orang Cina karena saya “hitachi” alias hitam-hitam Cina. Semakin dewasa ketakutan manusia berkembang. Ada yang takut tidak menikah. Ada juga yang takut hidup miskin dan menderita. Bahkan, orang-orang yang tampaknya berani dalam hidupnya pun ternyata memiliki ketakutan saat menghadapi penyakit terminal dan saat menyongsong ajal.
Karena itu, saya merasa pengalaman ketakutan ketakutan murid-murid Yesus dalam Matius 14:22-33 sangatlah dekat dengan saya yang adalah seorang penakut juga. Bayangkan saja, kita berada di tengah lautan yang gelap, lalu angin sakal datang, tiba-tiba ada seseorang yang menghampiri datang dan berjalan di atas air. Jika saya melihat Mukjizat macam ini, saya sih akan cenderung takut, sama seperti murid-murid Tuhan Yesus. Imajinasi saya yang liar akan langsung mengidentifikasikan sosok itu dengan hantu. Apalagi, kata orang sebutan Tuhan dengan hantu yang diucapkan berulang-ulang dengan cepat itu mirip, “Tu-han-tu-han-tu... han!” Atau mungkin, jangan-jangan para murid juga pernah mengalami pengalaman dikerjain hantu yang menyamar jadi sosok tertentu. Hiiiiiii.... Ya, walaupun murid-murid Tuhan Yesus sudah bersama dengan-Nya kemana-mana tetap saja dalam kondisi seperti itu akan sulit mengenali bahwa itu adalah Guru mereka. Bahkan ketakutan akan hantu tampaknya sudah melebihi ketakutan mereka akan badai. Dan hal itu berbahaya sebab ketakutan dapat memicu kita untuk melakukan hal-hal yang ekstrim. Karena itu, Tuhan Yesus segera berkata, “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!” Kesegeraan itu diperlukan agar orang yang merasa takut tidak melakukan hal-hal ekstrim.
Rasa takut seperti Dementor di dalam seri novel fiksi Harry Potter, dapat menyerap seluruh energi dan daya yang kita miliki. Seorang spiritualis Belgia, Bieke Vandekerkehove, mengisahkan pengalamannya saat ia menghadapi sakit terminal. Ada tiga perasaan dominan yang ia rasakan yakni kemarahan, kesedihan dan rasa takut. Kesedihan dapat dihadapi dengan tangisan. Kemarahan dapat dilepaskan melalui proses menceritakan pergumulan kita atau melampiaskannya dalam bentuk lain seperti berteriak. Akan tetapi, ia berkata bahwa menghadapi rasa takut lebih sulit ketimbang menghadapi kemarahan dan kesedihan. Rasa takut seperti melumpuhkan kita dan menyedot semua daya yang kita butuhkan untuk menghadapi hal-hal yang kita takuti. Terkadang, kita mencoba menangis ataupun berpikir rasional untuk mengurangi rasa takut, namun kadang rasa takut itu tidak pergi. Bahkan, rasa takut menjadi tiran yang mempengaruhi cara berpikir kita, baik secara pribadi maupun komunal (Vandekerkehove, website 2016).Dalam Matius 14, saya belajar dari Petrus yang merasa takut. Sebagian dari kita mungkin merasa memang Petrus cemen atau payah atau sok-sok-an. Walaupun Tuhan Yesus sendiri menyebutnya sebagai orang yang kurang percaya, saya belajar bagaimana Petrus merengkuh ketakutannya. Dalam kisah Petrus yang berjalan di atas air, saya melihat bahwa dia belajar 2M: mengenali ketakutannya dan menerima anugerah Allah yang melampaui rasa takutnya. Petrus sudah melampaui ketakutannya akan hantu, sehingga ia meminta agar dapat berjalan di atas air dan mendapatkan Yesus. Namun, saat kakinya menyentuh air dan ia merasa tiupan angin, ia kembali ke dalam kesadaran bahwa angin sakal yang berbahaya itu dapat mengancam nyawanya. Ia sadar bahwa ia takut dan ketakutannya seperti menyedot energinya dan melumpuhkannya untuk melawan rasa takutnya sehingga ia hampir tenggelam. Kakinya menjadi tidak kuat berdiri dan tidak ada lagi yang dapat dilakukannya selain memohon pertolongan Tuhan.Hal itulah yang perlu kita lakukan pada saat ketakutan itu seperti melilit kita. Jangan melakukan kegilaan lain atau hal ekstrim yang membahayakan saat rasa takut datang. Berteriaklah untuk memohon pertolongan Tuhan! Kita akan melihat bahwa Allah telah mencurahkan belas kasih-Nya yang melampaui rasa takut kita. Tuhan Yesus mengulurkan tangannya dan menangkap Petrus, saat Petrus tak mampu lagi melawan rasa takutnya yang membuatnya semakin tenggelam. Inilah anugerah itu, saat Ia menolong kita untuk melalui peristiwa yang sangat menakutkan bagi kita. Maka sungguh layaklah kita berkata, “Sungguh Tuhan adalah anak Allah.”x