Allah yang Kesepian
Engkau mengusir sepi dalam penciptaan
Mendambakan kehangatan dalam tarian
meliuk-liuk dan berkelindan
Keresahan datang pelan-pelan
Ketika ciptaan menoreh luka dalam kerapuhan
Tinggalah Allah merintih kesepian
berjibaku dalam keretakan
Mengapa Engkau berani memberi kebebasan?
Jika kemudian semua menyakitkan
karena luka dari ciptaan
yang mau mendominasi peran
Saat hatiMu penuh goresan
Mengapa Engkau kembali terkesan
Dengan teriak rintihan
dan keluhan ciptaan
CiptaanMu juga kesepian
Melampiaskannya dalam bentuk kemarahan
Atau juga rintih tangisan
yang bisa menyakitkan
Jika ciptaanMu kesepian
masih adakah harapan
untuk tetap hidup dan bertahan
sebagaimana rintihan Engkau ketika merasa ditinggalkan?
Adakah?
Jakarta, 8 September 2017
YIR
curahan berbagai refleksi atas pergumulan memaknai perjalanan dan pergelutan bersama Allah dalam kemurnian hati.
Jumat, 08 September 2017
Jumat, 01 September 2017
Perahu, Dayung dan Lautan
Tuhan,
Tubuhku berat
Aku seperti mengulang peristiwa berat
Yang mungkin tak serupa
dalam malam kelam
dalam resah terik mentari
dan dalam pagi yang tanpa asa
Aku ingin melarung masa lalu
agar teriakan-teriakan perih
dan diam kejam yang kubenci
tak aku temui lagi
Aku tak mau terbelit
Aku tak mau terlilit
mengekang hidupku oleh penyulut
hingga menjadi perih dan sakit
Terkadang kehadiranmu membuatku
ingin berlayar bersamamu di dalam-Nya
untuk berteman dengan malam
untuk tersenyum pada mentari
untuk menari bersama pagi
Namun terkadang perih masih membiru
dalam gelombang trauma masa lalu
baik padaku dan padamu
Terkadang aku ingin kita mengembangkan layar
Namun terkadang aku ingin menutupnya
Dalam rasa yang kadang tak menentu
Mampukah kita melawan mabuk angin buritan
saling menatap keteduhan dalam bola mata masing-masing
dalam penerimaan akan ketakutanku
dan dalam ketakutanmu dalam berlayar
Tuhan,
kami manusia rapuh
yang ada dalam perahu-Mu
dengan berbekal dayung kasih
akankah kami tiba di pelataran?
Dan berlayar menuju seberang?
Jakarta,
1 September 2017
Tubuhku berat
Aku seperti mengulang peristiwa berat
Yang mungkin tak serupa
dalam malam kelam
dalam resah terik mentari
dan dalam pagi yang tanpa asa
Aku ingin melarung masa lalu
agar teriakan-teriakan perih
dan diam kejam yang kubenci
tak aku temui lagi
Aku tak mau terbelit
Aku tak mau terlilit
mengekang hidupku oleh penyulut
hingga menjadi perih dan sakit
Terkadang kehadiranmu membuatku
ingin berlayar bersamamu di dalam-Nya
untuk berteman dengan malam
untuk tersenyum pada mentari
untuk menari bersama pagi
Namun terkadang perih masih membiru
dalam gelombang trauma masa lalu
baik padaku dan padamu
Terkadang aku ingin kita mengembangkan layar
Namun terkadang aku ingin menutupnya
Dalam rasa yang kadang tak menentu
Mampukah kita melawan mabuk angin buritan
saling menatap keteduhan dalam bola mata masing-masing
dalam penerimaan akan ketakutanku
dan dalam ketakutanmu dalam berlayar
Tuhan,
kami manusia rapuh
yang ada dalam perahu-Mu
dengan berbekal dayung kasih
akankah kami tiba di pelataran?
Dan berlayar menuju seberang?
Jakarta,
1 September 2017
Langganan:
Postingan (Atom)