“Syukur kepada Allah
karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu.”
(2
Korintus 9:15)
“Aduh, hancur!
Padahal saya sudah mengumpulkan uang susah payah untuk membeli barang ini.”
Saya berkali-kali menyesal seperti itu ketika barang yang saya beli sudah rusak
dan tidak dapat terpakai lagi. Apakah Saudara pernah mengalami kejadian seperti
yang saya alami? Mungkin pernah! Kita menggerutu ataupun menyesal karena apa
yang kita anggap berharga itu rusak. Penyesalan itu seharusnya tidak diucapkan
apabila kita sebenarnya kurang menjaga barang-barang kita dengan baik. Misalnya
saja, karena kecerobohan saya, saya tanpa sengaja menumpahkan air yang saya
minum ke atas salah satu barang elektronik milik saya.
Saudaraku, peristiwa
semacam ini, tidak hanya terjadi pada barang-barang saja. Seringkali, kita
tidak mensyukuri kehadiran orang-orang yang ada di sekeliling kita. Kita sibuk
dengan berbagai kepentingan diri kita sendiri dan melupakan mereka. Apa yang
terjadi kemudian? Akhirnya, kita menyesal saat mereka tidak ada lagi bersama-sama
dengan kita, terlebih ketika mereka meninggal dunia.
Lalu, bagaimana
caranya agar penyesalan atas kehilangan itu tidak berlarut-larut dan menjadi
sangat membekas? Caranya adalah dengan bersyukur atas hal-hal yang Tuhan telah
anugerahkan kepada kita, seperti keselamatan, materi, alam semesta, keluarga,
sahabat dan bahkan bersyukur atas kehadiran orang yang mungkin telah menyakiti
kita. Dimensi syukur tidak hanya sebatas kata-kata. Dimensi syukur lebih luas
ketimbang ucapan.
Syukur terwujud dalam
tindakkan nyata yakni menunjukkan sikap bertanggung jawab untuk menjaga dan
merawat setiap hal yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita. 2 Korintus 9:15, “Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu.”
Dalam surat 2 Korintus ini, Paulus mengatakan bahwa jemaat Korintus harus
bersyukur kepada Allah karena karunia Allah yang tak terkatakan itu. Mengapa
tak terkatakan? Karena karunia Allah begitu banyak dan tidak terbatas. Dalam
Alkitab Versi Bahasa Indonesia Sehari-hari, frasa ‘tak terkatakan’ ditulis
dengan frasa ‘luar biasa’.
Karena itu, Paulus
mengajarkan jemaat Korintus untuk bersyukur atas segala karunia Allah dengan
tindakkan yang konkret, yakni melalui pelayanan kasih kepada sesama khususnya
yang membutuhkan. Dengan ungkapan syukur dalam bentuk tindakan konkret ini,
maka orang lain pun akan merasakan berkat Tuhan sehingga tindakkan syukur itu
pun kian tersebar. Bagaimana dengan kita? Maukah kita bersyukur atas segala hal
yang Tuhan anugerahkan kepada kita melalui tindakkan konkret bagi sesama kita?
Maukah kita menyebarkan “virus” tindakkan syukur itu kepada sesama? Ingat,
jangan sampai kita menyesal apabila semua yang telah Tuhan anugerahkan itu
tidak dapat lagi kita sentuh dan lihat.
Kayu Putih, awal Desember 2013
YIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar