1 Timotius 4:12 adalah ayat yang tidak lazim
dipakai pada ibadah penghiburan. Namun, saya menggunakannya karena ayat ini menggambarkan kehidupan Dwinda. Dwinda sudah melakukan semua pesan Paulus
kepada Timotius. Di dalam Alkitab, kita mengenal bahwa Timotius adalah seorang
muda. Sebenarnya, dia tidak muda-muda banget. Dia sudah 15 tahun membantu
pelayanan Paulus. Usianya sudah sekitar 40 tahunan, namun ia masih sering
disepelekan karena dalam masyarakat Israel yang bercorak patriakal, orang yang
berumur segitu dianggap belum kompeten untuk memimpin. Walaupun begitu, Paulus
mempercayai Timotius. Nasihat ini disampaikan Paulus kepada Timotius agar tidak
ada yang merendahkannya.
Dwinda belum berumur 40 tahun, namun
ia sudah melakukan semua nasihat Paulus itu di usianya yang masih belia. Saya
mengenal Dwinda sejak kurang lebih setahun lalu. Ia adalah salah seorang anak
katekisasi yang saya ampu bersama-sama dengan Ka Linna dan Ko Ocep. Saya
mengenal Dwinda sebagai anak yang ceria. Kemana-mana dia selalu tersenyum,
walaupun tentunya sebagaimana anak remaja yang lainnya kadang dia suka galau.
Galau karena teman, keluarga ataupun karena cinta.
Akan tetapi, dibalik semua kepolosannya
dan keceriaannya, Dwinda justru menjadi pengajar buat saya. Ia mengajarkan
kepada saya bagaimana menjadi pengikut Kristus yang penuh kasih, kesetiaan dan
kesucian. Dwinda adalah anak yang penuh
kasih. Kasih adalah suatu tindakkan menaklukan diri karena melalui kasih
kita menumbuhkan kepedulian kepada orang lain. Dwinda anak yang sangat care pada teman-temannya. Kalau membuka
facebooknya, maka yang ada adalah foto teman-teman katekisasinya. Biasanya,
profile picture anak remaja itu menunjukkan bagaimaana isi hatinya. Dwinda tahu
betul arti persahabatan, sebuah nilai yang dibangung sejak kelas katekisasi ini
dimulai.
Saya yakin, semua sahabat-sahabatnya
di kelas katekisasi tahu betul betapa
peka dan pedulinya Dwinda terhadap sahabat. Saya ingat, suatu ketika sepulang
gereja, dia bersaama teman-temannya menahan saya untuk pulang. Dia sedang
membuat video untuk temannya yang sangat berarti di hatinya. Pada saat itu,
temannya hendak pergi ke luar negeri. Kasih itu terwujud lewat perhatian yang
Dwinda berikan. Hatinya lembut dan penuh perhatian. Mungkin apa yang saya
rasakan ini pun yang dirasakan oleh keluarga dan para sahabatnya.
Dwinda juga mengajarkan kepada saya
arti kesetiaan dalam mengikut Kristus.
Dia anak yang selalu bersemangat untuk mengikuti katekisasi. Kesan inilah yang kami
dapatkan sebagai pengajar. Sebagaimana yang tantenya ceritakan, Dwinda selalu happy setiap kali mau masuk kelas
katekisasi. Dia dengan penuh antusias mengikuti camp katekisasi. Saya ingat
pada saat camp dia bertemu dengan saya di depan kamar mandi, ketika saya hendak
turun ke Jakarta. Dia bilang, “Ka Yesie,
saya senang banget ikut soloing. Ini baru pertama kalinya. Pertamanya aku takut
bagaimana gitu, tapi aku bisa melewatinya dan bisa merasakan bagaimana Tuhan.”
Bahkan yang membuat saya kagum dengan dia, dia tetap mau datang untuk disidi
bersama teman-temannya, walaupun dia sedang sakit dan akhirnya tidak sanggup
memasuki gedung gereja. Saudara, kesetiaan dalam mengikut Kristus membutuhkan
keberanian untuk melangkah walaupun kita sedang berada di dalam ketakutan dan
penderitaan. Dan Dwinda yang manis itu mengajarkan kepada saya arti kesetiaan
kepada Kristus. Ya, kesetiaan adalah ketaatan totalitas kepada Tuhan yang tak
dapat ditaklukan, apapun resikonya.
Terakhir,
Dwinda mengajarkan kepada saya arti kesucian di hadapan Tuhan. Orang yang suci adalah orang yang
bersih, ibarat gandum yang bersih dari sekam-sekamnya akibat hembusan angin. Orang
yang suci adalah orang yang berhati tulus dan murni di hadapan Tuhan, apapun
tempaan yang ia alami. Bagi saya, dengan berbagai pergumulan yang ia hadapi dan
“miracle-miracle” yang dirasakannya
dalam hidupnya, ia menjalani hidup ini dengan kesucian hati. Hatinya murni,
motivasinya lurus, tanpa pamrih. Ia mengasihi karena ia mengasihi, bukan karena
ada apa-apanya. Ia tertawa dan bersuka ria karena ia memang ceria, bukan karena
ia ingin mendapatkan sesuatu. Bahkan, ketika teman-temannya ataupun pembimbingnya
kurang memperhatikannya, ia tidak mendendam. Hatinya suci, bebas dari motivasi
buruk dan dendam.
Dalam Injil Matius 5:28, dikatakan “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena
mereka akan melihat Allah”. Dwinda telah merasakan kehadiran Allah saat ia
hidup karena kehadiran Allah memenuhi dirinya yang suci hatinya. Terlebih saat
ini, Dwinda sudah melihat Allah. Pejamkanlah mata saudara dan lihatlah dengan
mata batin kita bahwa Bapa sedang menggandeng Dwinda yang sedang tersenyum. Dwinda
ingin dikenang ketika kita melakukan apa yang ia sudah lakukan yakni saat kita
hidup dengan penuh kasih, kesetiaan dan kesucian di hadapan Tuhan.
To know you is a miracle for me…
Jakarta, 26 Juni 2014
YIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar