"Ya Bapa-Ku,
jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi
janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki”
Matius 26:39 b
Kalau ditanya, tempat makanan mana yang paling berkesan
di hidupku, maka aku akan segera menjawab: di rumah retreat daerah Bintaro. Jawaban
ini muncul dari pengalamanku ketika aku mengikuti retreat tentang panggilan
pelayan. Di ruang makan itu ada sebuah ikon Kristus, terang dunia. Aku duduk di
depan ikon tersebut sambil menikmati makanku. Sorotan mata Kristus di dalam
ikon itu tidak bercahaya, sangat rapuh. Sorotan matanya bukan sorotan mata yang
menyiratkan terang dan binar cahaya. Di dalamnya kulihat kepedihan dan
kerapuhan. Vulnerability of Christ!
Silent retreat! Aku makan sambil terdiam, sambil sesekali memandang
ikon Kristus. Tanpa kata. Tanpa bicara. Aku memerintahkan pikiran yang
berkecamuk untuk diam. Biar Allah yang diam itu menyatakan sesuatu dalam
kediaman-Nya.
Perlahan-lahan air mata yang
menetes ketika aku mengunyah makananku. Air
mata ini seperti menjadi penanda bahwa aku mulai memasuki misteri Allah yang Diam.
Rasa asin, pedas, manis, pahit berpadu dalam mulutku. Aku teringat kehidupanku.
Ada berbagai rasa yang kurasakan ketika menjalani panggilan ini. Di antara rasa-rasa
itu, ada yang tak aku sukai dan kusukai. Ada yang menyenangkan hatiku dan ada
yang menyayat hatiku.
Kupandang Kristus Sang Terang
dunia yang tidak memancarkan sorotan mata yang berbinar. Aku teringat, ketika
Ia bergumul di dalam taman. "Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin,
biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki,
melainkan seperti yang Engkau kehendaki” Kristus Terang Dunia itu pun menjadi
terang dalam kerapuhan-Nya. Kristus Sang Terang menjadi Terang ketika Ia
menandaskan cawan yang Ia minum. Ia akhirnya menikmati beragam rasa dalam masa
perutusan-Nya dengan menyelesaikan tugas-Nya.
Aku merasakan rasa makanan dari suapan
terakhirku. Sambil menikmati beragam rasa di lidahku, air mataku menetes lagi. Memang
perjalanan ini adalah ziarah beragam rasa, yang akan dan harus kutandaskan
bersama Sang Illahi. Aku mengangkat piringku dan meletakannya pada tempat
piring kotor. Rupanya, Allah yang diam itu sudah menyatakan diri-Nya lewat beragam
rasa makanan di rumah retreat yang sunyi itu.
Jakarta, 1 Juni 2015
YIL
Tidak ada komentar:
Posting Komentar