Ada hal yang
barangkali saat ini tidak lazim, namun terjadi pada masa kanak-kanak saya.
Dulu, tetangga saya suka mengetuk pintu rumah untuk meminta pertolongan. Misalnya
saja, kalau ia sedang memasak dan kehabisan garam atau cabai, tentulah ia akan
mengetuk pintu rumah saya. Lazimnya, kita meminta pertolongan kepada tetangga
pada waktu siang. Jarang sekali kita mengetuk pintu rumah orang lain saat malam
hari, kecuali kondisinya sangat mendesak. Hal yang serupa juga terjadi dalam
tradisi Yahudi.
Dalam Injil
Lukas 11:5-13, Tuhan Yesus mengumpamakan orang yang berdoa dengan orang yang
mengetuk pintu rumah sahabatnya hanya untuk meminjam tiga roti pada malam hari.
Ia mengetuk pintu rumah sahabatnya karena ia terdesak. Pasalnya ada seorang
tamu di rumahnya dan rotinya habis. Karena itu, Ia tidak jemu-jemu mengetuk pintu
tetangganya hingga akhirnya si tetangganya membuka pintu rumahnya.
Ketika membaca
kisah ini, kita barangkali akan begitu semangat berdoa. Ayat yang kita baca
dalam Lukas 11:1-13 tampak membahagiakan dan sangat menjanjikan. “Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu
akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap
orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap
orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” Ayat ini, seringkali dipakai
untuk meneguhkan kita bahwa Tuhan pasti memberikan apa yang kita minta.
Namun,
dalam hidup ini koq rasanya tidak begitu. Saya sering terenyuh ketika melihat
anggota jemaat yang mendoakan anggota keluarganya agar sembuh dari penyakitnya,
namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Begitu juga dengan seorang anak remaja
yang tampak stress ketika ia tidak masuk ke dalam perguruan tinggi yang ia
minati. Tampaknya, tidak ada kepastian dalam jawaban doa.
Beberapa waktu yang lalu, saya
pun pernah merasakan hal yang senada. Saya merasa kesal pada Tuhan karena Tuhan
tidak menjawab doa saya sesuai dengan kehendak saya. Padahal, hari itu, saya
diundang masuk ke Sekolah Bina Iman untuk bercerita tentang kehidupan doa.
Selain itu, anak-anak usia 7-9 tahun bebas bertanya apapun kepada saya yang
berkaitan dengan doa. Dan bagi saya, rasanya berat sekali. Tiba-tiba, pada saat sesi tanya jawab, ada
seorang anak perempuan yang bertanya kepada saya, “Kak, pernah nggak Tuhan
tidak mengabulkan doa Kakak? Kakak marah nggak sama Tuhan? Kakak masih percaya
nggak sama Tuhan.”
Pertanyaan anak itu membuat saya
terdiam. Dan saya pun bertanya dalam hati, apakah jangan-jangan pertanyaan anak
ini adalah bentuk jawaban doa dari Tuhan kepada saya. Ketika saya merasa Tuhan
tidak atau belum mengabulkan apa yang saya minta, Tuhan punya cara menjawab
keragu-raguan saya. Dan di situlah kehidupan berdoa di mana jawaban Tuhan
kadang begitu mengejutkan.
Dalam Injil
Lukas 11:5-13, jawaban doa ternyata mengejutkan. Kita tidak dapat membaca
perikop ini sepotong saja. Kuncinya sebenarnya terletak pada ayat 13, “Jadi
jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi
Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan Roh Kudus kepada mereka yang meminta
kepada-Nya.
Jadi, apa
jawaban dari doa kita? Barangkali Tuhan tidak membuat kita sembuh, seperti yang
kita minta dalam doa. Barangkali, Tuhan tidak memberikan kita uang banyak.
Barangkali, orang yang kita kasihi tetap meninggal. Barangkali, Tuhan tidak
memberikan kepastian hidup, seperti yang kita minta. Akan tetapi, Tuhan
memberikan ROH KUDUS. Itulah jawaban dari doa kita. Dan Roh Kudus itu menyapa
dalam pertanyaan anak kecil itu terhadap saya.
Roh Kudus lah
yang menolong kita untuk menjalani kehidupan kita, walaupun berat ataupun tidak
sesuai dengan yang kita harapkan. Roh Kuduslah yang membuat kita semakin intim
dengan Tuhan. Roh Kuduslah yang membuat kita berpasrah dalam menjalani hidup
ini. Tak apa-apa, mintalah dengan jujur apa yang kamu inginkan dalam hidupmu,
dalam kondisi hidupmu yang barangkali sedang terdesak seperti orang Yahudi yang
terdesak hingga mengetuk rumah sesamanya di malam hari. Tak apa, mintalah
dengan jujur pada Tuhan. Dan bersiaplah akan jawabannya yang mengejutkan namun
menguatkan yaitu: Roh Kudus yang menyertai kita. Karena doa adalah soal relasi
yang intim dengan Sang Khalik.
Suatu ketika,
ada seorang ahli etika yang datang dan ikut melayani bersama Ibu Teresa di
rumah orang yang sekarat di Kalkuta India. Pada saat itu, dia sedang bergumul
dan mencari jawaban yang jelas mengenai bagaimana cara ia menghabiskan sisa
hidupnya. Ibu Teresa bertanya, apa yang dapat ia lakukan untuk laki-laki ini.
Laki-laki ini meminta agar Ibu Teresa mendoakannya. Kemudian, Ibu Teresa bertanya,
“Apa yang ingin saya doakan?” Laki-laki itu minta didoakan agar ia mendapat
kejelasan dalam hidupnya. Namun, Ibu Teresa hanya tetawa dan berkata, “Saya pun
tidak pernah mendapat kejelasan. Apa yang saya dapatkan adalah iman. Karena
itu, saya akan mendoakan agar kamu mengimani bahwa kamu menjalani hidupmu
bersama dengan Allah.”
Jakarta, 31 Juli 2016
YIR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar