Rabu, 08 Januari 2014

DUH, HANCUR!

“Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu.”
(2 Korintus 9:15)

“Aduh, hancur! Padahal saya sudah mengumpulkan uang susah payah untuk membeli barang ini.” Saya berkali-kali menyesal seperti itu ketika barang yang saya beli sudah rusak dan tidak dapat terpakai lagi. Apakah Saudara pernah mengalami kejadian seperti yang saya alami? Mungkin pernah! Kita menggerutu ataupun menyesal karena apa yang kita anggap berharga itu rusak. Penyesalan itu seharusnya tidak diucapkan apabila kita sebenarnya kurang menjaga barang-barang kita dengan baik. Misalnya saja, karena kecerobohan saya, saya tanpa sengaja menumpahkan air yang saya minum ke atas salah satu barang elektronik milik saya.
Saudaraku, peristiwa semacam ini, tidak hanya terjadi pada barang-barang saja. Seringkali, kita tidak mensyukuri kehadiran orang-orang yang ada di sekeliling kita. Kita sibuk dengan berbagai kepentingan diri kita sendiri dan melupakan mereka. Apa yang terjadi kemudian? Akhirnya, kita menyesal saat mereka tidak ada lagi bersama-sama dengan kita, terlebih ketika mereka meninggal dunia.
Lalu, bagaimana caranya agar penyesalan atas kehilangan itu tidak berlarut-larut dan menjadi sangat membekas? Caranya adalah dengan bersyukur atas hal-hal yang Tuhan telah anugerahkan kepada kita, seperti keselamatan, materi, alam semesta, keluarga, sahabat dan bahkan bersyukur atas kehadiran orang yang mungkin telah menyakiti kita. Dimensi syukur tidak hanya sebatas kata-kata. Dimensi syukur lebih luas ketimbang ucapan.
Syukur terwujud dalam tindakkan nyata yakni menunjukkan sikap bertanggung jawab untuk menjaga dan merawat setiap hal yang telah Tuhan anugerahkan kepada kita.  2 Korintus 9:15, “Syukur kepada Allah karena karunia-Nya yang tak terkatakan itu.” Dalam surat 2 Korintus ini, Paulus mengatakan bahwa jemaat Korintus harus bersyukur kepada Allah karena karunia Allah yang tak terkatakan itu. Mengapa tak terkatakan? Karena karunia Allah begitu banyak dan tidak terbatas. Dalam Alkitab Versi Bahasa Indonesia Sehari-hari, frasa ‘tak terkatakan’ ditulis dengan frasa ‘luar biasa’.

Karena itu, Paulus mengajarkan jemaat Korintus untuk bersyukur atas segala karunia Allah dengan tindakkan yang konkret, yakni melalui pelayanan kasih kepada sesama khususnya yang membutuhkan. Dengan ungkapan syukur dalam bentuk tindakan konkret ini, maka orang lain pun akan merasakan berkat Tuhan sehingga tindakkan syukur itu pun kian tersebar. Bagaimana dengan kita? Maukah kita bersyukur atas segala hal yang Tuhan anugerahkan kepada kita melalui tindakkan konkret bagi sesama kita? Maukah kita menyebarkan “virus” tindakkan syukur itu kepada sesama? Ingat, jangan sampai kita menyesal apabila semua yang telah Tuhan anugerahkan itu tidak dapat lagi kita sentuh dan lihat. 

Kayu Putih, awal Desember 2013
YIL