Selasa, 12 November 2019

Sampah-sampah Ibukota

Art is always beautiful, because art conveys smart and deep critics to our society. With a symbolic language, art understands voice of the pain. Art embrace our pain in society and reflect that in the beauty of creations. For instance, yesterday I watched theater in Taman Ismail Marzuki. This theater presented by Teater Koma, my favorite theater group in Indonesia. They showed appaling reality of life that felt by the poor people in Jakarta. 


They decorated the stage with perfect and delicate decorations. They succeed to make the stage similar with a slump area. They contrasted the slum area (a dirty river, several bad houses under the bridge) with the high class area. Actualy, it is near with the factual condition. 


Although it was a fabulous story, it described our reality. Purity of heart possessed by the rich and the poor. On the other hand, we found many injustice and foolish done by both of them. Juroh and Jian are example of the sincere people. One mandor is also described having a good heart. Some turbulences must be appear in their mind and heart. Why good people be the victim of injustice. Why the wicked judge is accepted and acknowledge? They only had a simple dream. They just wanted to live happily with their small amount of money. Nevertheless, why the consecutive problems appear without ending?  

My heart is torn.

The tears seeps into my skins

My head is filled by questions

about God

about live

about victim

about His plan

about injustice

about depression

YIR

Jumat, 01 November 2019

Why bad people exist in this world?

Maybe you have already hear this question, "Why bad things happened to good people?" Many theories explain some answers. I do not intend to talk about that in this passage. Maybe this writing just like sparks in my mind. Come from my depression when I see the injustice in life. I feel exhausted because too much violence, harm and tricky politics in this world. Thus, my question is why bad people exist in this world? Why God does not demolish them?

You may say that I do not have love because thinking something bad to them. Nevertheless, the psalms in the Bible also said and felt the same things like me. I just try to be honest to myself and my God. I am sad and really angry. Sometimes, I hesitate God's love and mercy. Is divine intervention really exist?

I am not the strongest person in this world. Although I work as a pastor, I struggle with so many spiritual questions. My heart is broken into million pieces every time I hear some words: forgiveness, trust to His time, etc. I can not stand to finish my writing now. In a deep sorrow and sadness, I just want to feel God's eternal peace.

Hold me tight oh Lord,
although I still can not understand this process.
Hold me tight oh Lord,
although I still can not accept this condition.
Hold me tight oh Lord,
although I still do not know Your will.
Hold me tight oh Lord,
although I am trapped in my anger and disappointed
Hold me tight
Hold me tight

Minggu, 21 April 2019

Memori tentang Kristus

Lukas 24:1-12.

Semakin tua, orang biasanya makin mudah lupa. Saya sendiri adalah orang yang pelupa. Pernah suatu waktu, saya lupa menyimpan kunci mobil di mana. Sampai, teman-teman pemuda remaja sibuk membantu mencari kunci mobil. Ternyata, kunci mobil saya ada di dalam mobil yang terkunci, sehingga kaca mobil harus dicongkel.

Nah, yang aneh, walaupun saya punya kelemahan di sana-sini dalam hal short memory. Ada memori-memori yang selalu teringat dalam hidup saya. Misalnya, memori ketika almarhumah nenek saya menyuapi saya di masa kecil, memori ketika mama saya sakit, memori ketika saya ditahbis. Semua memori yang manis dan pahit, namun penuh dengan penyertaan Tuhan, itulah yang tersimpan dalam ingatan saya.

Memori punya peran penting di dalam hidup manusia. Khususnya memori tentang kasih sayang. Saya pernah tinggal bersama dengan seorang nenek yang dimensia selama 3 bulan pada saat saya praktik jemaat. Dia lupa pada banyak hal. bahkan dia lupa nama anaknya. Akan tetapi, dia mengingat rasa cinta dari orang-orang di sekitarnya.

Memori adalah anugerah Tuhan. Memori tinggal dalam rasa yang tersimpan. Tuhan memakai memori yang tersimpan pada perempuan-perempuan yang datang ke kubur Yesus untuk menyadarkan mereka bahwa Kristus bangkit. Lukas 24:8 mengatakan, “Maka teringatlah mereka akan perkataan Yesus itu.” Bahkan, memori mengalahkan peristiwa supranatural seperti penampakan dua orang yang memakai baju berkilau-kilauan.
Memori membawa para perempuan itu pada perjumpaan mereka dengan Yesus. Ketika mereka mendengarkan sabda yang hidup, ketika mereka merasakan keindahan relasi dengan Yesus, walaupun pada sebelumnya mereka belum memahami seutuhnya apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus.

Di dalam hidup ini, terkadang kita masuk ke dalam masa-masa berat. Kita sedih dengan keadaan yang tidak seperti harapan kita. Sama seperti perempuan-perempuan yang pergi ke kubur Tuhan Yesus. Mereka disekap oleh kesedihan dan ketiadaan pengharapan. Akan tetapi, saat kita sedih dan saat hidup terasa gelap, ingatlah kembali masa-masa ketika kita berjumpa dengan Tuhan Yesus. Ingatlah masa-masa ketika Tuhan pun pernah menolong kita. Ingatlah kasih Tuhan yang selalu hadir di hidup kita. Maka, pelan-pelan mata kita akan terbuka. Kita berani menatap dengan berpengharapan, melawan semua luka dan kepedihan.

Memori yang Tuhan anugerahkan membuat kita sadar bahwa kita dicintai dan berarti, sehingga kita belajar berpengharapan. Itulah yang menjadi daya dorong bagi kita untuk bersaksi. Bersaksi menyatakan pengharapan dan Kristus yang hidup di dalam hidup kita. Lukas 24:9-10 “Dan setelah mereka kembali dari kubur, mereka menceriterakan semuanya itu kepada kesebelas murid dan kepada semua saudara yang lain. 24:10 Perempuan-perempuan itu ialah Maria dari Magdala, dan Yohana, dan Maria ibu Yakobus. Dan perempuan-perempuan lain juga yang bersama-sama dengan mereka memberitahukannya kepada rasul-rasul.”

Kita diundang untuk bersaksi di dalam hidup kita. Berceritalah tentang pengalaman masa lalu di mana Tuhan menyertai kita dan ceritakanlah juga pengalaman masa kini, di mana kita dapat mensyukuri berkat Tuhan.

Terus bersaksilah! Sampaikan berita Paskah tentang pengharapan. Sampaikanlah walaupun kadang kita lelah, karena mungkin ada orang-orang yang tak mempercayai apa yang kita saksikan. Para murid tidak percaya kepada perempuan-perempuan ini. Hanya Petrus yang bergerak. Tapi, tidak apa-apa, yang penting terus bersaksi. Jangan putus asa dan rasakan kehadiran Tuhan

Selamat Paskah!

Jakarta, 20 April 2019
(Ditulis ketika merenungkan memori tentang penyertaan Tuhan yang bangkit
Dalam garis batas kelam-bercahaya)

YIR

Sabtu, 23 Februari 2019

Mengasihi dalam Kerapuhan

Hari ini, tepat tiga tahun rahmat Tuhan dinyatakan dalam peringatan ibadah penahbisanku, 22 Februari 2016. Seperti biasa, di setiap tahun di tanggal penahbisan, aku mengambil cuti sejenak. Diam dan merenungkan perjalanan yang kadang tak mudah ini.


Aku sadar bahwa tanpa pertolongan Tuhan, tidak mungkin tiga tahun ini dapat dilalui. Dalam suka dan duka, Tuhan mengajarkanku untuk menyadari bahwa di antara serpihan kerapuhan dalam diriku, ada kekuatan yang dari Tuhan. Ya, kekuatan itu asalnya dari Tuhan karena aku sadar bahwa diriku bukan siapa-siapa. Tetap aku yang kecil dan rapuh.

Di tahun ketiga ini, Tuhan mengajarkan aku arti hidup dalam kehendak Tuhan. Dulu, aku berpikir bahwa kehendakku yang terbaik. Aku mempertahankan apa yang seharusnya kulepaskan. Namun, di tahun ketiga ini aku belajar untuk mengenali kehendak Tuhan. Pelan-pelan, aku belajar meyakini bahwa kehendak-Nya begitu indah. Bahkan, aku belajar mendoakan untuk berani melepaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan di hidupku. Discernment dan beriman menjadi dua kata kunci. Apalagi pengharapan adalah hal yang sangat sulit bagi orang sepertiku, yang barangkali sudah terlahir skeptis.

Dalam proses _discernment_ akhir-akhir ini, aku semakin disadarkan bahwa cinta kasih adalah hal yang terutama di dalam perjalanan panjang ini. Iman, pengharapan dan kasih. Kasih lah yang paling utama. Bahkan, ketika aku harus mengambil pilihan-pilihan sulit, cinta kasihlah yang menjadi dasar. Cinta kasih mengalahkan rasa takut dan trauma yang ada pada diriku dan banyak orang. Walaupun perjalanan ini misteri, cinta kasih lah yang menjadi modal utama untuk melangkah bersama Sang Cinta.

Dalam perenungan itu, aku menemukan bahwa di dalam cinta kasih ada damai sejahtera. Ya, kasih yang melampaui ketakutan dan membuahkan damai sejahtera. Khususnya, ketika hari ini, di tanggal ini, aku kembali membuat keputusan yang akan berdampak panjang di dalam hidupku. Semoga, aku tidak salah membaca kehendak Tuhan. Khususnya saat aku merasa bahwa semua tanda-tanda dan perenungan menuntunku dalam sebuah keyakinan bahwa pilihan ini adalah kehendak Tuhan. Ada hasrat hati yang harus kubunuh, ketika Tuhan menunjukkan hal-hal yang hanya menjadi ambisi dan pelarian di dalam hidupku. Sungguh, Tuhan seperti membuka  lembaran hidupku satu per satu, dan aku menyadari bahwa dalam banyak hal Tuhan memulihkan aku.

Malam ini, aku mendengar sebuah lagu yang indah. Setidaknya lagu ini melambangkan pergumulanku di tahun penahbisanku yang ketiga. Kiranya lagu ini juga menjadi doa agar Tuhan menolongku untuk selalu mencari kehendak Tuhan dan berserah penuh di dalam kerapuhanku. Kiranya lagu ini terus mengingatkan aku bahwa hal yang terutama adalah cinta kasih, dan di dalamnya akan kutemukan damai sejahtera walaupun aku tahu bahwa trauma itu tidak semerta-merta hilang. Kiranya Tuhan memakai aku untuk mengingatkan umat untum menemukan kasih  sebagai hal yang terhilang, sebagaimana hal itu hilang di jemaat Efesus (band kitab Wahyu)
 Semoga, Tuhan Yesus menolongku untuk semakin kuat.

KJ 441: Ku Ingin Menyerahkan

Ku ingin menyerahkan seluruh hidupku,
sekalipun tak layak, kepada Tuhanku.
Kubunuh keinginan dan hasrat hatiku,
supaya hanya Tuhan mengisi hidupku.


Di waktu kesusahan tak usah 'ku gentar;
dib'riNya perlindungan, hatiku pun segar.
DarahNya dicurahkan, nyawaNya pun dib'ri,
teruraslah jiwaku, hidupku berseri.

Tentu beban tak tanggal, lenyap serta merta,
dan salib yang kupikul tak jatuh segera.
Kendati demikian, bertambah dayaku,
sebab pengasihanNya menopang hidupku

Setiap aku jatuh, dirangkul 'ku erat,
tak kunjung dibiarkan anakNya tersesat.
Dan RohNya menerangkan kasihNya yang besar,
sehingga dalam susah hatiku bergemar

Dalam perenungan,
22 Feb 2019.

Sabtu, 19 Januari 2019

Menyesal Jadi Pendeta?

Kalau ditanya, apakah saya pernah menyesal menjadi pendeta? Dengan penuh kejujuran saya pernah menyesal memilih jalan ini, jalan yang ternyata tidak mudah. Khususnya, ketika mendapat fitnahan dari orang lain. Dikatakan ini dan itu. Bahkan sempat, ketika tidak sempat menyapa pun dikatakan sombong. Belum lagi, beragam pergumulan internal tentang mimpi, hidup dan cita-cita.

Beberapa hari lalu, kekecewaan ini muncul lagi. Adik saya menginfokan bahwa papa saya sakit. Sementara itu, saya sedang berada di Puncak, mengikuti bina pengampu organisasi. Pada malam itu, saya berdoa pada Tuhan. Saya katakan saya sedih. Koq masalah datang bertubi-tubi dalam segala aspek. Ini baru awal tahun 2019 loh....  Dada saya sesak.

Pagi harinya, saya semakin gelisah. Malam itu saya hanya tidur beberapa jam. Adik saya mengatakan bahwa kondisi papa masih kurang oke. Tak lama kemudian, Pdt. Robby menanyakan kondisi papa. Saya menceritakan dengan singkat. Tak lama kemudian, dia mengambil HP nya dan menelepon rekannya Pdt Robby katakan, "tolong papa dari rekan saya yg adalah pendeta." Rekannya mengatakan bahwa dia berjanji akan datang dan membantu mengurus di RS.

Beberapa saat kemudian, Pdt. Robby memberikan no HP dokter yang lain. Dia katakan, "Kamu segera telepon dia." Saya langsung menelepon dia dan menceritakan keadaan papa. Saya hanya bilang, "Saya menitipkan papa."

Di rumah sakit, papa dibantu oleh rekannya Pdt. Robby untuk mengurus jalur prioritas. Saya setuju saja dengan pertimbangan, uang itu bukan segalanya. Setelah diperiksa, papa diminta untuk segera di EKG pada pkl. 13.00. Akan tetapi, sekitar pkl. 11.45, papa terkena serangan jantung kronis di kantin RS tersebut. Adik saya panik dan hanya mengirim whatsaap ke saya. Saya hanya berkata, bawa ke IGD. Namun, papa sudah tidak kuat berjalan. Untunglah, ada kursi roda yang nganggur. Adik saya langsung berlari dan mengantar papa ke IGD.

Di IGD, dr. Tammy sudah menanti. Dia adalah anggota jemaat salah satu GKI di Bandung. Ia segera membantu mengurus semuanya. Bahkan, papa langsung dipasang ring pada pkl. 13.00. Bahkan, BPJS pun dapat diurus.

Saat hendak dioperasi, kami berdoa bersama. Kami sadar, dengan kondisi serangan jantung kronis seperti itu, ia berada dalam batasan antara hidup mati. Namun, pertolongan Tuhan sungguh nyata. Papa selamat!

Saya belajar dari kisah mukjizat Yesus yang pertama kali, air menjadi anggur. Maria tahu bahwa Tuhan Yesus bisa melakukan mukjizat walaupun Maria belum pernah melihat Anaknya melakukan mukjizat. Ia mendorong Tuhan Yesus untuk melakukan mukjizat. Namun, Tuhan katakan saatKu belum tiba.

Tidak digambarkan dengan jelas, apa yang dipikirkan oleh Maria saat itu. Mungkin dia bete, mungkin dia pasrah. Yang jelas Maria tidak memaksa Tuhan Yesus melakukan apapun lagi. Ia hanya berkata agar para pelayan mengikuti perintah Tuhan Yesus. Itulah Maria, seorang ibu yang kompleks dan mendalam. Merenungkan banyak hal di dalam hatinya.

Saya memang tidak sekuat Maria. Saya memang tidak seberiman Maria. Saat Tuhan belum menjawab doa saya. Atau saat Tuhan hening tak bicara, saya kerap kali memaksa Tuhan untuk bicara. Dada saya sesak dan dipenuhi kecemasan akan sesuatu yang tak pasti. Bahkan tadi, saya sempat menyesal menjadi seorang pendeta. Karena saya merasa hidup saya menjadi sulit dan rumit. Namun, Tuhan tahu yang baik dan indah untuk saya tepat pada waktu-Nya. Dia berproses dengan saya dalam keraguan saya. Dia mencintai saya dalam ketakutan saya. Dia mengangkat wajah saya untuk melihat pengharapan dalam ketakutan-ketakutan yang kadan tidak saya mengerti seutuhnya.

Jadi, apakah saya menyesal menjadi pendeta? Jujur, saya pernah menyesal. Tapi saya juga harus jujur, bahwa saya bersyukur karena pertolongan Tuhan nyata lewat apa yang saya jalani sebagai pendeta. Meski ada doa saya yang belum terjawab dan rasanya pahit karena menahan sesak, Tuhan yang menolong saya belajar berpengharapan. Karena, saya tahu saya sudah tidak bisa belajar berpengharapan dengan kekuatan saya.

Kebahagiaan pesta perkawinan di Kana adalah sukacita yang deg deg ser. Kebahagiaan yang didapat dalam momen krisis. Kiranya sukacita pada saat itu, dapat kita rasakan juga saat ini. Menanti dan berpengharapan dalam sesak.

19 Januari 2019
Perjalanan Bandung Jakarta
Bus Primajasa

Rabu, 16 Januari 2019

Anugerah di Ruang Tunggu

Sudah lama, aku tidak berada di ruang tunggu ini dalam waktu yang lama. Biasanya, aku ada di ruang tunggu ini hanya sekadar untuk mengunjungi kerabat atau anggota jemaat yang sakit. Terakhir kali, aku menunggu pada malam-malam saat ibu dari sahabatku sedang kritis. Kali ini, aku kembali menunggu di ruang tunggu dalam malam yang panjang.

Di ruang tunggu ini, aku tak sendiri. Ada banyak orang yang bersama-sama menunggu. Menariknya, kita sama-sama menunggu anggota keluarga yang seseorang sedang ada di dalam kamar yang mengandung unsur CU. Entah itu, ICU, ICCU, CVCU dan CU-CU lainnya yang memang harus ditunggui. Semuanya menanti dalam resah dan gelisah. Semuanya berharap anggota keluarganya dapat kembali dengan selamat selepas keluar dari kamar berinisial CU itu.

Malam ini, aku melihat berbagai respons di ruang tunggu. Ada yang terjaga dengan HP nya. Ada yang tertidur. Entah pulas atau tidak. Setidaknya ada dengkuran yang mewarnai tidur mereka.

Ruang tunggu adalah masa antara. Ada batas antara pengharapan dan ketakutan. Tentunya, kita ingin memilih melihat pengharapan. Belajar mempercayai bahwa Tuhan memberikan pengharapan. Akan tetapi, ada kalanya memilih untuk berpengharapan pun kita tak mampu. Ya, kadang manusia tidak mempunyai daya untuk memilih, ketika diikat oleh beragam luka dan trauma yang membuatnya hidup dalam ketakutan.

Di ruang tunggu, Tuhan memberikan anugerahnya pada para penunggu. Anugerah yang "memaksa" para penunggu untuk merenung dan membuka mata batinnya. Lewat remang cahaya lampu, para penunggu belajar melihat pengharapan. Lewat dinginnya lantai ketika ditiduri, para penunggu belajar untuk terlelap tidur dan mendapatkan energi baru untuk menghadapi hari esok. Lewat cerita dari kanan dan kiri, para penunggu tahu bahwa mereka tak sendiri. Itulah anugerah terindah.

Dalam lantunan doa Bapa Kami yang dipanjatkan penunggu, ada perenungan mengenai pemeliharaan Tuhan. Dalam lantunan lagu shalawat yang menjadi alarm subuh dari sesama penunggu, ada  cahaya rahmat Allah yang "mengganggu" dan "membuka mata kami" untuk menerima anugerah pengharapan. Dalam gestur doa, dengan cara apapun, menunduk, menghadap kiblat, memegang rosario, dan lain sebagainya, ada keyakinan bahwa setitik debu di alam semesta ini tak sendiri.

Roh Kudus bekerja dalam sela-sela jendela batin. Ia mengganggu dan menyadarkan bahwa kita begitu dicintai. Ia bekerja dalam pertolongan yang tak diduga dari orang tak terduga dan baru dikenal. Ia bekerja dalam doa dari para sahabat yang menenangkan dan menolong air mata dapat mengalir sehingga ada kelegaan. Ia pemilik waktu dan bekerja dalam waktu, sehingga dengan lugas orang Indonesia bisa berkata, "bejo atau untung". Ia menyadarkan yang selama ini hanya melihat sebatang pohon, untuk melihat hutan lebat. Berani melangkah sedikit demi sedikit untuk mempelajari makna hidup. Roh keberanian, Roh yang bekerja dalam riak luka dan trauma, Roh yang menganugerahi iman: everything gonna be okay in God.

Mazmur 63:7-9 (TB)  Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, —
sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai.
Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.

Terima kasih untuk semua support dan doa dari rekan-rekan semuanya. Sangat bermakna dan tak terbalaskan dengan apapun juga.

Bandung, RS Sentosa, 16 Januari.
YIR