Pak Pur, biasa begitu saya memanggilnya. Dosen yang sungguh jenaka. Dengan usilnya, dia mengganti namanya dengan poor-boy. Apakah hidupnya sangat kasihan? Saya tidak tahu. Yang saya tahu dia orang yang penuh kasih dan kesetiaan.
Pengalaman saya dengan dia tidak banyak, namun sangat
berkesan. Dia dosen pembangunan jemaat yang mirip dengan dosen Bahasa
Indonesia. Dia selalu memberikan catatan
yang sangat kritis pada pemilihan kata-kata. Optimal bukan maksimal.
Memerhatikan bukan memperhatikan.
Sebagai dosen, dia kritis namun diwarnai dengan kerendahan hati. Saya ingat saat dia menguji saya pada saat siding skripsi, dengan rendah hati dia berkata, “Saya jadi belajar ulang tentang Trinitas, bertanya lagi kepada Joas.” Dengan cermat, dia memberi catatan kritis pada skripsi saya, sehingga akhirnya saya harus rela membuang satu bagian kecil dalam skripsi saya.
Setelah saya lulus, lama sekali kita tidak bercakap. Hingga
akhirnya, kita bercakap kembali via zoom sebelum saya studi lanjut, di bulan Juni 2020.
Pertanyaannya sederhana, “Mengapa kamu mengambil jurusan itu, dan mengapa
memilih sekolah itu? Apakah kamu sudah memeriksa latar belakang sekolah itu?”
Pertanyaan-pertanyaannya sederhana, tapi mendalam dan mengingatkan saya akan panggilan Tuhan yang sudah
saya gumuli. Tak menyangka, itu hari terakhir kali saya bercakap dengannya.
Tuhan memanggil Pak Purboyo dalam keabadian. Rest in peace Pak, seperti pesan
Bapak di Youtube Channel Bapak, tidur dengan tentram. Bapak pasti dirindukan banyak orang.
Jakarta, 19 November
2020
Yesie Irawan Lie