Rabu, 16 Januari 2019

Anugerah di Ruang Tunggu

Sudah lama, aku tidak berada di ruang tunggu ini dalam waktu yang lama. Biasanya, aku ada di ruang tunggu ini hanya sekadar untuk mengunjungi kerabat atau anggota jemaat yang sakit. Terakhir kali, aku menunggu pada malam-malam saat ibu dari sahabatku sedang kritis. Kali ini, aku kembali menunggu di ruang tunggu dalam malam yang panjang.

Di ruang tunggu ini, aku tak sendiri. Ada banyak orang yang bersama-sama menunggu. Menariknya, kita sama-sama menunggu anggota keluarga yang seseorang sedang ada di dalam kamar yang mengandung unsur CU. Entah itu, ICU, ICCU, CVCU dan CU-CU lainnya yang memang harus ditunggui. Semuanya menanti dalam resah dan gelisah. Semuanya berharap anggota keluarganya dapat kembali dengan selamat selepas keluar dari kamar berinisial CU itu.

Malam ini, aku melihat berbagai respons di ruang tunggu. Ada yang terjaga dengan HP nya. Ada yang tertidur. Entah pulas atau tidak. Setidaknya ada dengkuran yang mewarnai tidur mereka.

Ruang tunggu adalah masa antara. Ada batas antara pengharapan dan ketakutan. Tentunya, kita ingin memilih melihat pengharapan. Belajar mempercayai bahwa Tuhan memberikan pengharapan. Akan tetapi, ada kalanya memilih untuk berpengharapan pun kita tak mampu. Ya, kadang manusia tidak mempunyai daya untuk memilih, ketika diikat oleh beragam luka dan trauma yang membuatnya hidup dalam ketakutan.

Di ruang tunggu, Tuhan memberikan anugerahnya pada para penunggu. Anugerah yang "memaksa" para penunggu untuk merenung dan membuka mata batinnya. Lewat remang cahaya lampu, para penunggu belajar melihat pengharapan. Lewat dinginnya lantai ketika ditiduri, para penunggu belajar untuk terlelap tidur dan mendapatkan energi baru untuk menghadapi hari esok. Lewat cerita dari kanan dan kiri, para penunggu tahu bahwa mereka tak sendiri. Itulah anugerah terindah.

Dalam lantunan doa Bapa Kami yang dipanjatkan penunggu, ada perenungan mengenai pemeliharaan Tuhan. Dalam lantunan lagu shalawat yang menjadi alarm subuh dari sesama penunggu, ada  cahaya rahmat Allah yang "mengganggu" dan "membuka mata kami" untuk menerima anugerah pengharapan. Dalam gestur doa, dengan cara apapun, menunduk, menghadap kiblat, memegang rosario, dan lain sebagainya, ada keyakinan bahwa setitik debu di alam semesta ini tak sendiri.

Roh Kudus bekerja dalam sela-sela jendela batin. Ia mengganggu dan menyadarkan bahwa kita begitu dicintai. Ia bekerja dalam pertolongan yang tak diduga dari orang tak terduga dan baru dikenal. Ia bekerja dalam doa dari para sahabat yang menenangkan dan menolong air mata dapat mengalir sehingga ada kelegaan. Ia pemilik waktu dan bekerja dalam waktu, sehingga dengan lugas orang Indonesia bisa berkata, "bejo atau untung". Ia menyadarkan yang selama ini hanya melihat sebatang pohon, untuk melihat hutan lebat. Berani melangkah sedikit demi sedikit untuk mempelajari makna hidup. Roh keberanian, Roh yang bekerja dalam riak luka dan trauma, Roh yang menganugerahi iman: everything gonna be okay in God.

Mazmur 63:7-9 (TB)  Apabila aku ingat kepada-Mu di tempat tidurku, merenungkan Engkau sepanjang kawal malam, —
sungguh Engkau telah menjadi pertolonganku, dan dalam naungan sayap-Mu aku bersorak-sorai.
Jiwaku melekat kepada-Mu, tangan kanan-Mu menopang aku.

Terima kasih untuk semua support dan doa dari rekan-rekan semuanya. Sangat bermakna dan tak terbalaskan dengan apapun juga.

Bandung, RS Sentosa, 16 Januari.
YIR

Tidak ada komentar: