curahan berbagai refleksi atas pergumulan memaknai perjalanan dan pergelutan bersama Allah dalam kemurnian hati.
Selasa, 25 Desember 2018
Natal 2018
Natal tahun ini dipenuhi kepedihan. Beberapa hari sebelum Natal, seorang rekan penatua meninggal dunia dengan begitu cepat. Ada rasa penyesalan karena belum menjenguk dan membalas pesannya sekitar 45 menit sebelum dia tiada. Kesedihan ini dilanjutkan dengan berita tsunami di Banten. Mendengar banyak orang meninggal dunia, hilang dan luka-luka. Tsunami tak mengenal agama. Tsunami tak mengenal usia. Ya, tidak pandang bulu, sebagaimana yang sering disebutkan orang-orang tak punya hati yang masih memuja-muja segregasi dalam segala aspek. Mereka yang menyebutkan bahwa bencana karena agama, etnis, atau usia. Tsunami membabat habis semua korbannya tanpa bertanya apa agamanya, etnisnya atau usianya. Hal ini menjadi kesedihan yang mendalam. Pada Natal kali ini, saya juga diajak untuk memasuki ruang ketakutan saya, ketika harus berjumpa dengan pergumulan pribadi yang tampaknya tak ada solusinya. Trauma dan keringkihan yang ditimpakan pada manusia-manusia lain. Tubuh ini lunglai dan meluruh. Sakit. Suhu tubuh meninggi tanda tubuh, jiwa dan roh ini lelah. Doa demi doa dipanjatkan dalam kesedihan dan air mata. Seraya bertanya, Tuhan di manakah Engkau? Adakah damai Natal di tengah air mata? Haruskan manusia tetap berpengharapan di dalam kelam? Bukankah berpengharapan itu perih? Tanganku masih mengepal. Tangisan menjadi makananku. Kain kabung menyelimuti wajahku. Di manakah Natal di tengah derita? Katanya Immanuel, Allah beserta. Bagaimana caramu beserta di tengah jerit tangis orang-orang yang bertanya lirih dan berjibaku dalam kepedihan? Mengapa suaramu belum terdengar dari puing-puing reruntuhan bangunan? Di manakah kekuatanmu di tengah hati yang hancur berkeping-keping? Tak heran banyak orang yang ingin berpulang dalam batinnya karena tak sanggup menahan perih pedih. Tidakkah Engkau bicara, atau barangkali cukup berbisik saja sehingga kami mendengar makna Natal itu.
Sabtu, 03 November 2018
Benturan
Benturan trauma dengan trauma melahirkan tanda tanya
Adakah pemulihan?
Bagi kita yang terjepit di antaranya
Dapatkah kamu menari dan menjadikan badai musik pengiring?
Disertai rintih kayu tumbang yang terbaring
Serta desahan nafas yang tercekat kering
Dapatkah kita menyihir air mata menjadi tetesan beku?
Saat Yang Illahi terasa biru kelu
saat memandang luka-luka pilu
yang dijahit dalam perih pedih rintih rindu sembuh
Rabu, 31 Oktober 2018
JT 610
titik
tiada lagi pertemuan
pedih
tanpa suara
perih
cucuran air mata
lunglai
tak terbayangkan
bungkam
tanpa perlu kata-kata
hening
berdoa bagi mereka
#JT610
Rabu, 13 Juni 2018
KADO ULANG TAHUN DARI TUHAN
\Kali ini, saya merayakan ulang tahun saya dengan berlibur di
Bali bersama dengan sahabat-sahabat saya. Sebagai orang yang suka dengan jadwal
yang terperinci, saya sudah menjadwalkan rute perjalanan kami. Seorang teman
berkata, “Ini ciri khas pendeta GKI, jelas dan rinci. Wkwkwkwkw….” Di hari pertama,
kami pergi ke Butterfly Park, Kemenuh. Lalu kami lanjutkan ke Air Terjun Kato
Lampo dan kemudian kami menuju ke tanah Lot. Setiap perjalanan punya arti dan
membawa makna tersendiri di hari ulang tahun saya itu. Dan saya anggap itu
sebagai kado ulang tahun dari Tuhan. Okay, saya akan menceritakan secara
singkat apa hadiahnya.
Pertama, saya bahagia karena saya dikelilingi kupu-kupu di
hari ulang tahun saya. Bahkan, kupu-kupu itu nangkring manis di jemari saya. Ini
kali kedua saya merasakan kupu-kupu hinggap di jari saya. Sebelumnya saya
pernah merasakannya di Singapore, saat saya jalan-jalan sendiri untuk melakukan
healing bagi diri sendiri. Kupu-kupu selalu punya arti buat saya. Kupu-kupu
juga mampir di dalam gedung gereja pada saat penahbisan saya dan tertangkap
kamera oleh salah seorang rekan penatua. Hal yang paling menarik adalah saat saya diberikan
penjelasan bahwa kupu-kupu khas Bali, yakni kupu-kupu Barong hanya hidup selama
5 hari. Dan sebagai anak teologi yang udah biasa berefleksi, tiba-tiba di
kepala saya muncul hal ini, “Mereka lahir untuk keindahan dan mati untuk
keindahan. Bahkan, mereka mati dalam sebuah arti.” Hmmm, barangkali refleksinya
dipengaruhi masa-masa ulang tahun kali yah wkwkwkw…
Kedua, saya dan teman-teman bersyukur karena bisa
menyaksikan sepotong kisah dari upacara ngaben. Kalau nonton tari kecak dan
tari barong pasti udah biasa donk yah. Tapi kali ini bener-bener luar biasa karena
melihat upacara ngaben. Jadi, saat menuju Air terjun kato lampo, mobil kami
tiba-tiba diberhentikan karena akan ada arak-arakan upacara ngaben. Dan asli upacaranya
keren banget. Kalau kata anak gaul sih kapanlagi.com
Ketiga, saya dan teman-teman mengalami pengalaman mistis. Jadi,
saya ini ceritanya sok-sok gaya nyetir di Bali. Dari air terjun Kato Lampo yang
indah banget, kami menuju ke Tanah Lot. Entah gimana kami salah mengatur
GPSnya. Rupanya ada banyak sekali pure Tanah Lot, yang tidak selalu di Tanah
Lot. Yang menarik, kami diarahkan ke sebuah pure yang ada di dalam sebuah gang.
Hanya saja, karena ada mobil di depan mobil kami, maka kami ikutan masuk. Ternyata….
Mobil di depan kami tiba-tiba menghilang, saat kami keselang satu motor. Dan anehnya,
asli aneh banget! Itu jalan buntu dan hanya ada jalan untuk motor. Di situlah
kami celingak-celinguk. Saya sendiri bukan pengemudi yang pintar untuk
memundurkan mobil. Alhasil saya hanya diam di mobil sambal berdoa dalam
kepanikan. “Duh, Tuhan gimana nih mundurnya. Mana kanan kiri sawah.” Di
belakang kami pun motor-motor sudah mengantri hingga menimbulkan kemacetan. Akhirnya,
ada seorang pengemudi motor yang sangat baik. Dia menawarkan saya untuk
membantu memundurkan mobil rental yang saya pinjam. Asli itu sih puji Tuhan
banget. Pengalaman mistis ini sih serem juga. Tapi melalui pengalaman ini, saya
belajar bahwa di dalam hidup ini, pertolongan Tuhan selalu ada buat
anak-anak-Nya. Saya percaya juga, bahwa sekalipun saya ga tahu masa depan saya,
sekalipun gak ada GPS untuk masa depan, dan sekalipun yang saya doakan pun
belum dijawab, tapi saya percaya akan selalu ada pertolongan Tuhan. Well, di hari terakhir juga ada kisah lain yang sama mendebarkannya, tapi biarlah teman saya yang berulang tahun di tanggal itu yang menuliskan kisah pertolongan Tuhan itu.
Sabtu, 24 Maret 2018
NASI UDUK DAN POST TRUTH
Sekitar empat tahun lalu, seorang rekan mengajak saya untuk
makan nasi uduk Kebon Kacang yang pertama kali ada di Jakarta yakni di daerah
Kebon Kacang. Awalnya saya membayangkan bahwa tempatnya bersih dan mewah.
Ternyata, tempatnya sangat kecil dan sempit, seperti warung tenda. Uniknya, ada
banyak mobil berderet di jalan sempit itu. Konon katanya, para pemilik mobil
itu rela antri sempit-sempitan untuk mencoba makanan di warung legendaris itu.
Rupanya, “kemasan” warung tidak semerta-merta membuat orang undur untuk tidak
makan di sana.
Andai saja orang memandang fakta dan data seperti orang
memandang nasi uduk Kebon Kacang, tentu saja tidak akan banyak hoax bertebaran di mana-mana dalam era yang disebut
dengan post-truth ini. Bukankah saat
ini, orang lebih mementingkan rasa --suka-tidak suka rasa senang-tidak senang—ketika
menilai sesuatu. Akibatnya, berita-berita hoax
lebih diminati. Orang dicintai idenya ketika dipandang dari kemasan yang
ditampilkan: wajah, agama, etnis dan lain sebagainya. Kita dengan mudahnya
diteror oleh opini kehancuran Indonesia yang dilontarkan tanpa data yang jelas.
Mengerikan bukan?
Para pencinta kuliner, rela makan di gang sempit demi suatu
fakta cita rasa yang tidak dapat dibohongi. Itulah kenikmatan hidup! Bukan
kemasan, tetapi isi yang penting! Karena itu, hanya orang yang mengerti seni
mencintai hiduplah yang belajar melampaui post-truth.
Ya, orang yang mencintai hidup adalah orang yang mau melihat ide yang baik, data
dan fakta ketimbang kemasan. Saya percaya orang Indonesia cerdas dan mau
belajar melampaui era post-truth pada
era Pilkada Serentak dan Pemilu 2019!
Yesie
Sabtu, 17 Februari 2018
Valentine dan Rabu Abu
Tentu saja, kita tahu hari
Valentine, hari di mana orang merayakan keindahan cinta kasih di antara umat
manusia. Maka tak heran kita menemukan dekorasi berbentuk hati di mana saja.
Tak jarang, valentine mengalami pendangkalan makna, dari perayaan hari kasih
sayang menjadi perayaan romantisme yang dijadikan komoditi bisnis.
Bagaimana dengan Rabu Abu? Rabu
Abu menandai hari pertama dalam rangkaian masa raya Paska yang dimulai dengan
berpuasa. Rabu Abu mengingatkan kita akan kefanaan manusia, manusia diciptakan
dari debu tanah dan akan kembali kepada debu tanah. Debu itu kecil, rapuh,
kotor sama seperti manusia. Manusia makhluk yang kecil, rapuh dan penuh dosa. Namun,
karena cinta Tuhan, maka yang kecil, rapuh dan kotor itu dijadikan-Nya menjadi
ciptaan yang berharga.
Pada tahun ini, valentine dan
rabu abu jatuh pada hari yang sama. Barangkali memang kebetulan, namun kebetulan
ini sangatlah menarik. Mengapa menarik? Karena justru kita mengingat bahwa hari
ini, yang merayakan hari kasih sayang adalah orang-orang yang rapuh, fana,
kecil dan penuh dosa. Ketika bertengkar dengan sesama, barangkali kita merasa
bahwa diri kita yang benar. Namun, saat ini kita diingatkan untuk saling
mengasihi satu dengan yang lainnya serta menerima kekurangan dan kelebihan satu
dengan yang lainnya. Kurangilah ambisi dan tuntutan yang tinggi kepada sesama
serta diri sendiri. Perbesarlah cinta dan syukurilah kehadiran orang-orang di
sekitar kita. Ingat, manusia yang rapuh itu menjadi berarti karena cinta Tuhan.
YIR
Kamis, 15 Februari 2018
Kisah Persahabatan dalam Narasi-narasi Kecil
Kita tentu saja, mengetahui deretan nama nabi yang terkenal
seperti Musa, Elia, Elisa, Yunus, dan lain sebagainya. Namun, Alkitab mencatat
juga nama-nama nabi yang barangkali jarang kita dengar. Salah satu nabi yang jarang
kita dengar namanya adalah Nabi Oded. Nabi Oded adalah nabi yang hidup dalam
masa pemerintahan Raja Asa. Namanya hanya disebut tiga kali dalam Alkitab,
sehingga kisahnya masuk dalam narasi kecil yang barangkali jarang kita perhatikan.
Akan tetapi, pesan yang disampaikan oleh Nabi Oded dalam 2 Tawarikh 28: 9-14
sangatlah kuat. Ia menyampaikan pesan persahabatan kepada bala tentara Kerajaan
Israel Utara yang baru saja menang dan membawa sejumlah tawanan yang
diperbudak dari Yehuda. Nabi Oded dengan
berani menyuarakan suara Tuhan yang berisi pesan persahabatan. Ia memprotes perlakuan
para tentara kepada para tawanannya. Ia mengatakan bahwa tawanan itu adalah
saudara mereka juga. Karena itu, ia mendorong para tentara untuk mengembalikan
para tawanan itu. Bahkan sebelumnya, mereka mengobati para tawanan itu serta membagikan
pakaian, sepatu, makanan, dan minuman kepada para tawanan yang memerlukannya.
Setelah itu, barulah tentara Israel Utara itu kembali ke tempat tinggalnya di
daerah Samaria.
Seperti
sepenggal kisah Nabi Obed dalam Alkitab, narasi-narasi kecil yang bermakna juga
dapat kita temukan dalam berbagai narasi besar lainnya. Sebagai contoh,
beberapa hari yang lalu saya bersama dengan guru-guru SBI Kasih Yesus
mengunjungi museum Benteng Heritage di Tanggerang. Di Museum itu, pemandu
museum menjelaskan kisah pelayaran Laksamana Ceng Ho dan armada kapalnya yang
besar (bahkan lebih besar daripada kapal Victoria milik Colombus!). Satu hal yang
menarik, saya membaca sebuah narasi dalam sebuah papan penjelasan besar yang
tidak dijelaskan secara lisan oleh pemandu tur museum. Dikisahkan bahwa
Laksamana Ceng Ho adalah penganut Muslim yang taat dan ia tidak pernah membawa
misi ekspansi atau penjajahan. Ia justru membawa misi persahabatan saat
berlayar. Ia mau berbagi ilmu dengan mengajarkan kepada orang-orang yang ia
jumpai di darat mengenai teknik pertanian dan peternakan. Loh koq bisa? Tentu
saja, karena di dalam kapalnya ada ladang pertanian. Woww....
Narasi-narasi
kecil lintas agama dan etnis itu mengajarkan kepada kita semua bahwa
nilai-nilai cinta kasih dan persahabatan hadir di sepanjang sejarah umat
manusia. Kekerasan-kekerasan atas nama agama yang terjadi akhir-akhir ini,
seharusnya tidak menyurutkan semangat kita untuk menyerukan bahwa kita
mensyukuri persahabatan di tengah perbedaan. Selamat mensyukuri makna cinta
kasih dan persahabatan Allah, sambil mengingat tagline GKI Kayu Putih untuk
periode tahun pelayanan mendatang. semua
sahabat, sahabat semua.
Langganan:
Postingan (Atom)