Minggu, 21 Oktober 2012

PERJUMPAAN GEMBALA RINGKIH DENGAN DOMBA SULIT



Sebab Sebuah Pencarian....
Dalam ranah pelayanan gerejawi, salah satu hal yang dapat membuat seorang gembala frustrasi adalah keberadaan domba-domba sulit. Bayangkan, apa jadinya jika gembala itu harus harus berjumpa dengan 10, 20, 30, bahkan ratusan domba sulit di dalam ranah pelayanannya ? Apakah sang gembala harus bilang WOW? J
Dalam masa praktik jemaat beberapa waktu lalu, saya menjumpai beragam tipe domba sulit. Seringkali orang-orang yang suka mengkritik secara pedas digolongkan ke dalam kelompok domba sulit. Faktanya, domba sulit tidak hanya sebatas orang yang suka mengkritik dengan tajam. Ada domba sulit yang hanya suka memerintah gembalanya dan menjadikan gembalanya sebagai pembantu. Ada domba sulit yang mengatakan sanggup untuk melakukan tugas tertentu tapi tidak melakukan tugasnya. Ada domba sulit yang suka menggosip. Ada domba sulit yang marah dan lari jika idenya tidak diterima. Ternyata domba sulit itu pun memiliki keanekaragaman tipe.
Tidak dapat dipungkiri, hati ini sering tersakiti ketika berjumpa dengan domba-domba sulit. Namun, di tengah-tengah rasa sakit itu, saya bertanya pada Tuhan. Bagaimana saya harus menghadapinya? Bagaimana saya dapat bekerjasama dengan orang-orang sulit ini agar dapat membuahkan buah yang positif? Dalam pergumulan itu, saya teringat dengan sebuah buku tipis karangan Alm. Pdt. Eka Darmaputera yang saya pernah beli, namun belum sempat saya baca. Buku ini berjudul 10 Tipe Orang Menyebalkan dan Cara Menghadapi secara Alkitabiah. Saya juga mencoba menjilati remah-remah dari lautan informasi luas namun terbatas lewat sebuah pencarian pada google books dengan frasa kunci “dealing with difficult people”. Di sana saya menemukan sebuah buku menarik yang berjudul Dealing with difficult people: Handling problem people in your life yang diedit oleh Jill Briscoe, seorang istri pendeta. Saya merekomendasikan dua buku ini untuk dibaca oleh para gembala dan keluarganya yang sedang merasakan keringkihan ketika menghadapi para domba sulit di jemaatnya.

Mengubah Cara Pandang Siapa?
Dalam menulis bukunya yang berjudul 10 Tipe Orang Menyebalkan dan Cara Menghadapi secara Alkitabiah, Darmaputera diinspiasikan oleh Rick Brinkman dan Rick Kirschner, dua orang yang menulis buku Dealing With People You Can’t Stand. Kedua dokter ini mendefinisikan orang-orang yang menyebalkan sebagai orang-orang yang tidak melakukan apapun yang kita sukai, namun melakukan apapun yang tidak kita inginkan atau bahkan kita larang. Brinkman dan Kirscher mengusulkan sebuah strategi untuk berhubungan dengan orang-orang menyebalkan itu, yakni dengan kesediaan yang tulus dari diri kita untuk membangun jembatan terhadap mereka yang menyebalkan. Membangun jembatan dimulai dengan membangun kepercayaan. Kepercayaan hadir karena adanya ketulusan dan sikap mau mendengarkan. Dengan demikian, kita harus bersikap pro-aktif terhadap mereka yang menyebalkan, bukan menghindari mereka (Darmaputera 2010, 1-12).
Respons Darmaputera terhadap ide dari Brinkman dan Kirschner sangat menarik. Ia mengatakan bahwa jika kita berhadapan dengan orang “menyebalkan”, paling sedikit berusahalah agar kita tidak “menyebalkan” bagi mereka (Darmaputera 2010, 12). Menurut saya, ide ini sangat menarik. Ini berarti kita harus mengubah cara pandang kita terlebih dahulu agar dapat berhadapan dengan orang yang “menyebalkan”.    
Jill Briscoe, editor buku Dealing with difficult people: Handling problem people in your life, berhasil mengubah sudut pandangnya terhadap orang sulit setelah bergumul selama 30 tahun. Selama rentang waktu itu, istri pendeta ini merasa kelelahan karena ia tidak henti-hentinya mendengar kritikan dari domba-domba sulit terhadap suaminya. Dengan kreativitasnya, pada bagian pendahuluan ia membuat kata difficult menjadi sebuah kiat untuk menghadapi domba-domba sulit (Briscoe 2003, v).
D – deliberately. Go out of your way to make friends with difficult people. It’s amazing what a friendships can do. More people are lonely.
I – investigate what the Bible says about the problem, then apply the truth you learn
F – forgive them for being difficult.
F – forgive them again!
I – Intercede for them. It’s hard to be irritated with someone, when you’re in the presence of God.
C – Confront the difficulty and try to talk with them about it. A third part may help to reffere if necessary.
U – Understand “why” the person is behaving like he or she is.
L – Love them practicaly. Do something for them they don’t deserve
T – Thank God daily for the difficult people in your life. Praise change relationships. You’ll see.

Bukankah permainan kata ini adalah contoh yang menarik? Kata difficult mendapat sebuah kreasi sehingga difficult tidak lagi menjadi difficult, tetapi menjadi sebuah kata yang sarat makna dan kiat jitu untuk menghadapi si difficult. Dengan mengubah cara pandang kita terhadap domba-domba yang sulit, kita akan memiliki belas kasih ketika berhadapan dengan mereka.
            Saya sendiri pernah berjuang melawan sudut pandang saya terhadap domba yang menyebalkan semacam ini. Ada seorang jemaat yang entah mengapa menyebarkan berita bohong tentang saya. Dia mengatakan bahwa saya menyakiti dia dengan sengaja. Awalnya saya tidak tahu bahwa gosip ini sudah tersebar, sampai salah seorang jemaat memberi-tahu saya. Saya terkejut karena saya merasa tidak pernah melakukan kekeliruan itu padanya. Banyak jemaat yang menuntut saya untuk meminta maaf kepadanya. Setelah merenung-renung dan mendapatkan masukkan dari para sahabat, saya memutuskan untuk berkunjung ke rumahnya. Ternyata, pada saat perkunjungan itu, saya mengerti mengapa ia menyebarkan gosip itu. Ya, dia hanya ingin saya memperhatikannya. Kehidupannya suram. Ia dibuang oleh orang tuanya yang kaya raya karena ia adalah seorang difable. Ia tidak menikah, hidup sendirian dalam keterasingan karena ia merasa bahwa semua orang membencinya. Saat saya datang ke rumahnya, tanpa mengucapkan kata maaf, ia sudah tersenyum. Ia membiarkan saya masuk ke rumahnya, menemaninya mengaduk adonan kue, sambil mendengarkan kisahnya yang menyedihkan. Tuhan pun bekerja, Ia mengubah sudut pandang saya terhadap domba menyebalkan ini. Kemarahanku telah diubahNya menjadi rasa kasih dan iba terhadap domba menyebalkan ini.  

Tips menghadapi Mereka: “Mendesis, bukan menggigit”
            Ajahn Brahm, dalam Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya I, menceritakan sebuah kisah yang menarik tentang seekor ular jahat. Ular jahat ini bertobat setelah mendengar ceramah di vihara. Ia bersumpah untuk tidak menggigit orang lagi. Awalnya banyak orang yang tidak percaya. Mereka tetap merasa takut pada mantan ular jahat itu. Hingga satu saat, ada pemuda yang berani menggoda ular ini, namun ular itu hanya tersenyum dan tidak menggigitnya. Orang-orang di sekitar ular itu mulai yakin bahwa ular itu sudah benar-benar bertobat. Singkat cerita orang-orang di sekitar ular itu mulai menghina ular ini bahkan melemparinya sampai ia kesakitan. Mantan ular jahat ini tetap diam sampai pada batas kesabarannya. Akhirnya, ia berkeluh kesah pada ular suci. Ular suci tersenyum, lalu ia berkata, “Saya hanya melarangmu untuk tidak menggigit, namun itu bukan berarti bahwa kamu tidak boleh mendesis.” Dengan demikian, memiliki kasih kepada domba yang menyebalkan bukan berarti membiarkan mereka berlaku seenaknya pada kita. Memiliki belas kasih dapat berarti “mendesis” kepada mereka, namun tidak “menggigit” mereka.
            Darmaputera memaparkan kiat-kiat mendesis dengan baik untuk ketika menghadapi domba-domba yang menyebalkan. Kiat-kiat ini tersebar dalam seluruh tulisannya. Namun menurut saya, Darmaputera ingin mengatakan bahwa kita harus mengenali dulu tipe orang menyebalkan mana yang kita hadapi. Perlu diingat bahwa ada banyak tipe orang yang menyebalkan. Darmaputera menyebut ada 10 tipe orang menyebalkan, yakni tipe “tank”, tipe “sniper”, tipe “granat”, tipe “mister tahu segala”, tipe “saya juga tahu”, tipe “manusia seribu janji”, tipe “makhluk negatif”, tipe “barangkali”, tipe “tanpa ekspresi dan tipe “tanpa opini” (Darmaputera 2010, 34-169). Untuk menghadapi kesepuluh tipe itu, kita perlu menggunakan strategi khusus. Pendekatan yang digunakan untuk tiap tipe berbeda-beda. Cara “mendesis” (dalam bahasa Briscoe: mengkonfrontasi sifat dan pemikiran mereka) terhadap mereka pun berbeda-beda dan tidak dapat disama-ratakan. Sikap inilah yang disebut cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.

Penutup
“Gembalakanlah domba-domba-Ku!”
kata Yesus kepada Petrus
Tiga kali Yesus mengatakan hal ini kepada Petrus. Tuhan Yesus meminta Petrus, dan juga kita sebagai para gembala yang ringkih, untuk menggembalakan domba-dombaNya. Dia tidak mengatakan, “Gembalakanlah domba-domba-Ku yang mau diatur dan tinggalkanlah domba-domba-Ku yang menyebalkan!” Ini berarti kita harus mengembalakan semua domba-domba-Nya, termasuk domba yang menyebalkan. Demikian juga dengan Kristus, Ia tidak meninggalkan domba yang hilang, ia justru mencari domba yang terhilang.
            Pada akhirnya, saya berefleksi bahwa kita tidak akan mampu menghadapi domba-domba yang menyebalkan tanpa tuntunan tangan Tuhan. Kiranya Tuhan menolong para gembala untuk memiliki hati yang penuh kasih untuk mengasihi domba-domba yang menyebalkan. Kiranya Tuhan menolong kita untuk bersikap bijaksana ketika berjumpa dengan domba-domba yang menyebalkan.

Tuhan, tolonglah kami untuk menggembalakan domba-domba yang menyebalkan!
Tuhan, gembalakanlah kami jika kami pun menjadi gembala yang menyebalkan!
Amin.

Sumber: 
Brahm, Ajahn. 2009. Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 1. Jakarta: Awareness Publication
Briscoe, Jill. 2003. Dealing with difficult people: Handling problem people in your life. Eastbourne: Kingsway Communication.
Darmaputera, Eka. 2010. 10 Tipe orang Menyebalkan dan Cara Menghadapi Secara Alkitabiah. Jakarta: BPK Gunung Mulia.




Tidak ada komentar: