Selasa, 25 Oktober 2011

Fenomena Penarikan Sumbangan

Pagi itu, setelah berkhotbah di kebaktian remaja, salah seorang bapak mengantarku pulang. Di perempatan jalan, kami melihat ada banyak mahasiswa dan anak SMA mencari dana untuk menolong korban bencana erupsi Merapi. Bapak itu tersenyum dan memandangku. Lalu, dia bertanya, “Menurutmu, jika aku menyumbangkan uangku kepada mereka, apakah uangnya akan benar-benar diberikan kepada korban?” Hmmm, aku tersentak. Aku tersenyum tanpa memberikan jawaban. Dengan menghela nafas ia berkata, “Musim bencana membangkitkan musim sumbangan. Baik, tentu saja. Namun saya tidak yakin uang itu disampaikan kepada si korban. Kalaupun diberikan, mungkin tidak semua.” 

Mendengar pendapatnya, aku tersentak..... Sedih rasanya hati ini. Walaupun pendapatnya belum tentu benar, aku menangkap adanya ketidakpercayaan publik. Publik mungkin sudah terlalu sering dibohongi oleh sistem pemintaan sumbangan. Sungguh aku sedih, sangat sedih.  

Aku teringat perkataan romo di tempat praktik lapanganku dulu. Aku dulu tidak mengerti, apa yang dimaksud dengan menjual penderitaan orang lain. Namun, sekarang perlahan-lahan mataku terbuka. Ya, banyak orang yang menjadi kaya karena bencana. Banyak orang yang mendapat keuntungan dari penarikan sumbangan. 

Ah, sudahlah, sepenggal tulisan ini, mungkin hanya menguak sisi minor dari bahaya penarikan sumbangan yang sedang marak akhir-akhir ini. Aku, bukan apatis terhadap bencana ini. Aku hanya ingin memberikan sumbangan kepada pihak yang tepat dan kupercaya, bukan pada penarik sumbangan yang belum terlalu jelas.

Tidak ada komentar: