Selasa, 25 Oktober 2011

TUHAN ITU BAIK KEPADA SETIAP ORANG?


TUHAN ITU BAIK KEPADA SETIAP ORANG?
Bersyukur Puji Tuhan…
Ia sungguh baik
Bersyukur Puji Tuhan…
Halleluya… (PKJ 299)      
Tuhan itu Baik kepada Setiap Orang?
Sepenggal syair di atas adalah sebuah lagu yang diadaptasi dari komunitas Taize yang berjudul Bersyukur Puji Tuhan. Melalui syair tersebut kita diajak untuk mengucapkan syukur dan memuji Tuhan karena kebaikan-Nya. Syair ini sepertinya merupakan parafrase syair yang terdapat dalam Mazmur 145. Dalam kitab Mazmur 145 ini, digambarkan ungkapan syukur Pemazmur terhadap kemurahan Tuhan.  Dalam ayat ke 1-3 dan ayat 21, pelantun kidung Mazmur ini mengundang kita untuk bersama-sama dengannya untuk memuji Tuhan yang sungguh Baik.
Tentunya, ungkapan syukur akan kebaikan Tuhan ini bukan muncul begitu saja. Ungkapan syukur ini lahir dari sebuah titik kritis refleksi si Pemazmur akan kehidupannya dan kehidupan bangsanya.  Pemazmur mengucap syukur akan pekerjaan-pekerjaan Tuhan di dunia ini. Karya-Nya agung dan tidak terbatas. Tuhan mengatur semua dinamika kehidupan manusia dalam kebenaran dan kasih. Angkatan demi angkatan merasakan kebaikan Tuhan.
Jika angkatan demi angkatan dapat merasakan kebaikan Tuhan, kita pun tentu seharusnya merasakan kebaikan Tuhan juga. Namun, bagaimanakah kita merasakan kebaikan Tuhan? Apakah kita hanya mengucapkan syukur akan kebaikan Tuhan itu ketika kita sedang mengalami kebahagiaan, kemakmuran, dan kesuksesan?
Lalu, bagaimana kita dapat mengatakan bahwa Tuhan itu baik kepada orang-orang yang sedang mengalami musibah dan bencana alam? Seorang teman saya yang menjadi relawan di Padang, menceritakan kepada saya bagaimana keadaan yang terjadi di sana. Di sana, Ia berjumpa dengan manusia-manusia yang merindukan kondisi seperti sebelum gempa. Namun, rasanya awan pekat yang menyelimuti mereka enggan bergeser dari sana. Jeritan kepedihan mereka yang muncul karena kehilangan harta benda bahkan keluarga terkasih terus bergaung di sana. Seorang anak kecil yang kehilangan orangtuanya hanya bisa  menangis, merintih dan menjerit saat ia mengetahui orang tuanya sudah tidak ada lagi untuk selama-lamanya.
Bagaimana kita dapat mengatakan Tuhan itu baik bagi orang-orang yang sedang mengalami sakit penyakit? Pertanyaan ini muncul ketika saya melihat penderitaan yang sangat berat yang dialami oleh seorang nenek di Rumah Sakit. Waktu itu, dalam perkunjungan itu saya menemui seorang nenek yang terbaring lemah, membalikkan tubuhnya pun ia tidak mampu. Air matanya menetes. Ia sudah lelah menderita. Rasa sakit yang ia rasakan menjadi seperti duri dalam dagingnya. Ia memegang tangan saya dengan kuat, kuat sekali, seraya menahan rasa sakitnya. Ketika saya menghampirinya, Ia berkata “Pulang”. Ia ingin pulang. Ia bukan ingin pulang ke rumahnya. Ia ingin pulang ke rumah Sang Khalik.
Dua kisah yang saya ceritakan di atas belum selesai, kisah itu akan dilanjutkan pada bagian sebelumnya. Namun, melalui dua kisah itu, saya ingin mengajak kita untuk masuk ke dalam pertanyaan kritis sebagai seorang manusia. Ketika kita melihat atau bahkan mengalami hal itu, kita akan sangat sulit untuk mengatakan Tuhan itu baik. Jika Tuhan itu baik, sampai kapan derita mereka harus berakhir? Sampai kapan mereka harus merasakan hal itu? Pertanyaan yang  saya tanyakan itu, mungkin saja serupa dengan apa yang anda pikirkan. Pertanyaan itu juga adalah pertanyaan yang wajar untuk ditanyakan. Jadi, bagaimanakah kita dapat turut serta melantunkan kidung pujian itu bersama-sama dengan si Pemazmur yang mengatakan bahwa Tuhan itu baik?
               
Kebaikan Tuhan dapat Kita Pahami ketika Kita Berefleksi
                Tidak ada manusia yang hanya mengalami keberhasilan dan kebahagiaan saja dalam hidupnya. Setiap manusia pasti pernah mengalami masa-masa kegagalan, kepedihan dan dukacita. Saya sangat senang mendengarkan kisah-kisah dari orang-orang yang sudah lanjut usia. Kisah-kisah yang mereka tuturkan sarat dengan pengalaman yang sangat bermakna. Di dalam kisah hidup mereka ada kegagalan, ada keberhasilan, ada jerih payah, ada kemudahan, ada kebahagiaan dan ada dukacita. Tidak jarang para lansia itu menceritakan cerita kehidupan yang sangat pedih. Misalnya saja ketika mereka harus mengalami pedihnya kehilangan orang tuanya yang tewas di medan perang ketika mereka kecil. Namun yang menarik adalah mereka tetap bisa mengatakan bahwa Tuhan itu baik.
                Teman saya yang menjadi relawan di Padang itu pun menuturkan kembali kisahnya. Anak yang kehilangan orang tua akibat gempa itu, tidak terlarut dalam kepedihannya. Teman saya itu menunjukkan video kepada saya dan dalam video itu saya melihat keceriaan anak yang kehilangan orang tua itu ketika bermain-main beberapa minggu setelah peristiwa itu. Sementara itu, nenek tua yang terkapar di rumah sakit itu mengatakan kepada saya, bahwa ia masih menanti-nantikan kedatangan Tuhan. Ia ingin cepat pulang ke rumah Bapa, karena ia mengimani bahwa Bapa adalah Bapa yang sangat baik. Nenek tua itu tetap setia menantikan pelangi di “negeri seberang” sambil menunggu hujan itu reda.
                Kisah di atas adalah contoh-contoh refleksi hidup manusia. Dalam kepedihan sekalipun, mereka dapat mengatakan Tuhan itu baik. Salah satu cara untuk merasakan kebaikan Tuhan adalah dengan melakukan refleksi. Setiap manusia harus melakukan refleksi dalam kehidupannya agar dapat memahami kebaikan Tuhan itu. 
                Salah satu cara yang sering saya gunakan untuk memahami kebaikan Tuhan adalah dengan menggambar grafik kehidupan. Saya belajar membuat grafik kehidupan saat saya tinggal di asrama. Cara ini juga mungkin bisa membantu para pembaca untuk berefleksi agar dapat merasakan kebaikanTuhan. Grafik kehidupan adalah gambaran kehidupan manusia dari lahir hingga saat ini.
                Melalui grafik ini, kita bisa melihat campur tangan Tuhan di dalam kehidupan kita. Kita dapat melihat bahwa di dalam kehidupan kita selalu ada suka dan duka. Kita dapat merasakan bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita ketika kita berada di lembah kesesakan, buktinya kita dapat melewatinya walaupun itu pedih dan menyakitkan. Setiap malam tahun baru, saya suka membuat grafik kehidupan ini. Ketika membuat grafik itu saya selalu bertanya, kejutan peristiwa apakah yang akan saya alami di tahap kehidupan yang baru yang akan saya alami. Rasanya tidak sabar untuk mengalami kebaikan-kebaikan Tuhan melalui berbagai warna-warni peristiwa yang akan dialami nanti bersama Kristus di masa dan di tahap yang baru.
Pemazmur pun mengatakan bahwa Tuhan itu baik berdasarkan refleksinya atas setiap pengalaman-pengalaman hidupnya. Ia tidak asal mengatakan bahwa Tuhan itu baik. Pemazmur juga pernah mengalami rasa sakit ketika ia jatuh di lembah persoalan yang kelam (Mazmur 145: 14). Ia juga pernah merasakan tertunduk di dalam kepenatan. Namun, ia senantiasa menanti-nantikan pertolongan Tuhan. Tuhan senantiasa mendengarkan rintihan minta tolong dari orang-orang yang menanti-nantikanNya. Hal ini berarti, Pemazmur melihat kebaikan Tuhan melalui seluruh pengalaman kehidupannya, tidak hanya melalui sepenggal kehidupannya ketika ia mengalami kebahagiaan saja.
               
Memancarkan Kebaikan Tuhan
Kita tidak cukup apabila hanya merasakan kebaikan Tuhan saja. Cara untuk lebih merasakan kebaikan Tuhan itu adalah dengan memancarkan kebaikan Tuhan kepada segenap ciptaan. Pemazmur mengajak kita bersama-sama untuk mengumandangkan pujian syukur bahwa Tuhan itu baik. Pujian syukur bahwa Tuhan itu baik dapat kita kumandangkan melalui tindakan kebaikan yang dapat kita bagikan kepada seluruh ciptaan, baik itu manusia dan alam.
Tidak hanya pemazmur, Allah pun memang mengundang kita untuk memancarkan kebaikan-Nya itu, walaupun kita memang tidak tahu kapan ‘hujan bencana dan masalah’ yang sedang dialami oleh kita dan sesama kita itu berakhir. Namun, yang harus tetap kita yakini adalah bahwa Allah akan menyediakan pelangi pada waktunya. Dalam masa-masa penantian akan datangnya pelangi itu, Tuhan tetap menjadi penolong tetap menjadi penolong di tengah ‘hujan masalah dan bencana’ itu. Allah mampu melebarkan bahu-Nya untuk menjadi tempat kita bersandar. Allah senantiasa menopang setiap manusia yang mengalami penderitaan. Allah pun mengundang kita untuk menjadi bagian dari Bahu-Nya dalam memancarkan kebaikan Tuhan.
Umat-Nya yang berkecimpung dalam bidang ilmu pengetahuan, dapat mengumandangkan kebaikan Tuhan itu, dengan terus mengembangkan ilmu pengetahuan untuk kesejahteraan semua ciptaan. Tuhan memperlengkapi kita dengan akal budi. Kita bisa memanfaatkan akal budi itu untuk terus mengembangkan penemuan-penemuan untuk mengobati yang menderita dan meminimalisir dampak dari bencana alam yang mengerikan. Umat-Nya yang tergerak sebagai sukarelawan juga dapat mengumandangkan kebaikan-Nya dengan memberikan hati, tenaga dan pikirannya untuk membantu saudara-saudara yang sedang menderita bencana. Walaupun kita bukan seorang sukarelawan yang terjun langsung ke lapangan, kita bisa membantu dengan memberikan bantuan materi. Para pelawat yang selalu mengunjungi sesama jemaat yang sedang sakit pun sudah mengumandangkan kebaikan Tuhan ketika hadir dan berempati terhadap sesama kita yang sedang sakit dan menderita. Maukah kita memancarkan kebaikan-Nya untuk menjadi sandaran bagi mereka yang menderita sambil menanti datangnya Pelangi itu?

Tidak ada komentar: