Selasa, 25 Oktober 2011

Untuk Mursinah


“Sebuah Cerpen oleh-oleh dari tempat PKL-quw..”
Untuk Mursinah… Untuk Cahaya… Untuk “kita” pelaku ketidakadilan… Untuk “kita” yang menjadi korban ketidakadilan…


Aku memasuki alam yang sangat gelap… aku berlari mencari cahaya… “Cahaya di manakah aku dapat menemukanmu? Aku gundah… Aku dalam titik kebimbangan… Aku lelah…. CAHAYA…. Di manakah dirimu! Tunjukanlah wujudmu… Aku lelah mencari dalam petualangan ini” Aku berjalan tak tentu arah… Lalu aku tertidur lagi dalam tidurku…
Saat terbangun aku melihat CAHAYA… Ku tertegun sebentar… aku berlari namun aku tak mampu mengejarnya… Aku tertidur lagi dalam tidur di tidurku… Aku bermimpi dalam mimpi-mimpiku… dalam mimpiku aku bermimpi bertemu CAHAYA. Aku bertanya kepadanya…

A: Cahaya, aku lelah… aku selalu mencari  dirimu… tapi aku tak pernah menemukan dirimu dengan sepenuhnya… aku hanya melihat… tetapi ketika aku dan egoku ingin mencapaimu, kamu selalu pergi…
C: ……
A: Cahaya mengapa engkau tidak menjawab…
C:….
A: Cahaya!!!!! Jawablah!
C: Mengapa dirimu memaksa aku untuk menjawab???
A: Karena… aku… ah sudahlah! Aku sudah lelah CAHAYA… aku ingin mengerti…
C: Yah, kamu akan mengetahuinya pada saatnya… Apakah kamu pernah memaksa seseorang melakukan sesuatu???
A: Ya! Di Kampus ini aku pernah memaksa seseorang untuk berhenti mencontek dengan cara membuat tulisan di madding kelasku atau dengan menyindir! Aku benci tindakan para pencontek yang menyombongkan hasil mereka! Ah walaupun itu bagus, itu bukan hasil mereka… Teman-temanku yang jujur tidak mendapatkan hasil sebaik mereka! Aku benci dengan ketidakadilan!
C: Apakah kamu sendiri pernah mencontek?
A: Pernah, tapi itu dulu. Aku sendiri pun membenci diriku… aku juga ikut menjadi pelaku ketidakadilan pada waktu aku berada di sekolah menengah…
Huh… mengapa kau yang selalu bertanya padaku? Akulah yang mencari engkau! Aku yang seharusnya bertanya padamu! Kau membuatku semakin bingung!  Sebenarnya di mana letak keadilan dan pengertian itu CAHAYA!??
C: Pergilah… kamu belum saatnya mengerti sekarang… Mengerti dariku hanyalah membuatmu mengerti sebatas wacana… Dalam perjalananmu, kamu akan menemukan hal itu…

            AKU terserap dalam sebuah pusaran besar….Aku seakan-akan terlempar dari langit ke tujuh… HUH… Aku menyeka keringatku…. Matahari pagi telah masuk ke kamarku…. Setelah melepas kemalasan bersama air di sebuah ruangan berukuran 1 X 1 meter, aku segera beranjak ke luar… Aku berlari mengejar matahari bersama dengan bus 61.
            Di tempat pengejaran matahari itu, aku memiliki kesempatan untuk berbincang-bincang dengan Mursinah, nenek tua yang berusia 83 tahun…
A: “Nya… gimana sehat? Gimana suaminye?”
M: “Yah… gini aja Neng… “Suami saya sich udeh meninggal Neng… udeh lama..
A: (Ops, aku menyesal akan ke-sok-tahuanku, aku tidak meyangka.. dia tak bersuami)
M: “saya punya empat anak, tapi mereka juga susah nyari uang buat makan anak istrinya.. jadi saya mungutin gelas aqua bekas buat dijual. Biasanya perkilo Rp. 9.000,00. Kalau ngak gini saya dapat uang dari mana buat beli beras, minyak, sama sayur Neng…”
            Aku tertegun… sungguh ibu tua ini memiliki semangat juang yang tinggi… Tapi tunggu! Aku tahu, seharusnya gelas air mineral itu dijual 11.000 perkilo! Oh CAHAYA! Dia mendapat ketidakadilan juga… ah… mengapa aku bertemu dengan makhluk yang bernama  KETIDAKADILAN…. OH Keadilan di manakah dirimu?
            Aku ingin berteriak… aku ingin membuat tulisan pengecaman lagi… aku ingin menyindir lagi seperti aku mengecam para pencontek di kelas… Huh… tapi siapakah aku ini? Aku bukanlah seseorang yang layak untuk didengar… CAHAYA!!
            Aku terlarut kembali dalam pusaran itu.. ketidakadilan… suatu misteri yang tidak dapat kupecahkan selama ini… Huh CAHAYA itu semakin membuatku bingung…
CAHAYA… yang aku tahu hanyalah… aku tinggal dalam sebuah dunia yang penuh ketidakadilan… contek mencontek maupun ketidakadilan seorang dosen memberikan penilaian berdasarkan tingkat kedekaannya dengan muridnya hanya merupakan sebuah “ketidakadilan yang dirasa kecil”… hmmmh tapi mungkin “ketidakadilan yang dirasa kecil” yang terbiasa dan dibiasakan inilah yang membuat ketidakadilan luar biasa dan begitu berat harus dirasakan oleh MURSINAH-MURSINAH lainnya... Apakah kita masih akan terus menciptakan ketidakadilan ketika kita kelak harus menjadi seorang penguasa? Hanya aku, kau, dan CAHAYA hatimu yang dapat menjawab…

Tidak ada komentar: